Budaya
Upacara HANTA UA PUA Bima NTB
Seperti dua sisi mata uang. Satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Demikianlah keterkaitan antara sejarah masukunya
Agama Islam di tanah Bima dengan Upacara U’a Pua. Tanpa mengetahui
seluk beluk kilas balik serta pasang surut sejarah masuk dan
berekmbangnya Islam di Bima, tidaklah mungkin kita dapat mengetahui
secara utuh proses dan sejarah lahirnya upacara adat U’a Pua. Oleh
karena itu, ada baiknya kita bernostalgia dengan sejarah masuknya Islam
di Bima yang menjadi tonggak dan babak baru perubahan sistim
pemerintahan dari kerajaan kepada Kesultanan.
Adapun tujuan utama dari perayaan U’a Pua sebagai berikut :
1. Untuk memuliakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
2. Untuk
mengenang kembali sejarah masuknya agama Islam di Tanah Bima dan
sekaligus sebagai wahana penghormatan atas jasa-jasa para penghulu
Melayu beserta seluruh kaum keluarga yang telah menyebarkan agama Islam
di Tanah Bima.
3. Meningkatkan
pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam yang bersumber dari Kitab Suci
Alqur’an dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bima dan ditunjukan
dengan penyerahan Kitab Suci Alqur’an kepada Sultan sebagai pemimpin
untuk dilaksanakan secara bersama-sama dengan seluruh rakyat.
Hanta
U’a Pua merupakan salah satu Upacacara Adat Spektakuler yang telah
digelar turun temurun pada masa lalu, terutama pada masa-masa keemasan
dan kejayaan kesultanan Bima. Upacara Adat yang erat kaitannya dengan
sejarah masuk Agama Islam di Tanah Bima ini, te;ah menjadi rutinitas
seluruh elemen masyarakat Bima sejak dekade awal masuknya Islam. UA PUA
dilaksankan pada bulan Rabiul Awal bertepatan dengan Peringatan Maulid
Nabi Muhammad SAW setiap tahun.
Ua Pua dalam bahasa melayu disebut” Sirih Puan” adalah
satu rumpun tangkai bunga telur berwarna warni yang dimasukkan ke dalam
satu wadah segi empat. Jumlah bunga telur tersebut berjumlah
99(Sembilan Puluh Sembilan) tangkai yang sesuai dengan Nama Asma’ul
Husna. Kemudian di tengah-tengahnya ada sebuah Kitab Suci Alqur’an.
Ua Pua ditempatkan di tengah-tengah sebuah Rumah Mahligai(Bima: Uma Lige) yang berbentuk segi empat berukuran 4x4 M2. Bentuk Uma Lige ini terbuka
dari ke empat sisinya. Atapnya bersusun dua, sehingga para penari
lenggo Mbojo yang terdiri dari empat orang gadis, dan penari lenggo
melayu yang terdiri dari empat orang perjaka, beserta para penghulu
melayu dan pengikutnya yang berada di atas dapat dilihat oleh seluruh
mayarakat sepanjang jalan.
Uma
Lige tersebut diusung oleh 44 orang pria yang berbadan kekar sebagai
simbol dari keberadaan 44 DARI MBOJO yang terbagi menurut 44 jenis
keahlian dan ketrampilan yang dimilikinya sebagai bagian dari struktur
Pemerintahan kesultanan Bima. Mereka melakukan start dari kampung melayu
menuju Istana Bima untuk diterima oleh Sultan Bima dengan Amanah yang
harus dikerjakan bersama yaitu memegang teguh ajaran Islam.
Pada
masa lalu, sebelum Upacara Adat U’a Pua dilaksanakan sebagai puncak
peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, diawali oleh kegiatan-kegiatan
atraksi seni Budaya Tradisional dan pengajian Alqur’an selama tujuh
hari, tujuh malam. Seluruh seniman dan Pendekar
dari berbagai pelosok desa dalam wilayah kesultanan Bima berkumpul di
lapangan Sera Suba untuk mempertunjukan kehebatannya. Dan pada puncak
peringatan Maulid, Hanta U’a Pua pun digelar. Diawali pemukulan Ranca
Na’e pada pukul 6 pagi dari loteng Gerbang Istana(Lare-Lare Asi). Hal
tersebut dimkasudkan sebagai permakluman bahwa hari upacara adat telah
tiba. Kemudian pada sekitar pukul 7 pagi utusan sultan yang terdiri dari
tokoh-tokoh adat, Anggota Laskar kesultanan, bersama penari lenggo
Mbojo menjemput penghulu melayu di kediamannya, Kampung Melayu.
Sekitar
pukul 8 pagi, rombongan penghulu melayu berangkat dari kampung melayu
menuju Istana Bima. Keberangkatan rombongan tersebut ditandai dengan
dentuman meriam. Adapun rombongan yang menyertai para penghulu melayu
secara berurutan antara lain adalah Pasukan Jara Wera sebagai pengawal
pembuka jalan, diikuti oleh pasukan Jara Sara’u dengan hentakan kaki
kuda yang khas dan kuda pilihan, Anggota Laskar Suba Na’e dan Penari
Sere, Pasukan Pengusung Uma Lige(Mahligai), dan terkahir diikuti oleh
rombongan Pemuka Adat Dana Mbojo.
Ketika Penghulu Melayu beserta
rombongan tiba di Istana Bima disambut pula dengan dentuman meriam dan
berbagai atraksi serta tarian tradisional seperti tari kanja, tari
sere,Gentaong dan dilanjutkan dengan Mihu yaitu pernyataaan kesiapan
sultan untuk menerima sekaligus memulai upacara penyerahan U’a Pua yang
berisi Kitab Suci Alqur’an. Setelah U’a Pua diserahkan, penghulu melayu
dan sultan duduk berdampingan sambil menyaksikan Tari Lenggo U’a Pua
sebagai lambang keharmonisan hubungan dan simbol kesamaan Visi dan Misi
masyarakat Mbojo dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara.
Kemudian dibagian akhir Upacara ditandai dengan pembagian 99 tangkai
bunga telur sebagai simbol Asma’ul Husna(99 sifat allah) kepada seluruh
hadirin.
Sumber : http://alanmalingi.blogspot.com
0 komentar: