Budaya

Upacara HANTA UA PUA Bima NTB

12.11.00 Iwan Wahyudi 0 Comments


Seperti dua sisi mata uang. Satu sama lain tidak dapat dipisahkan. Demikianlah keterkaitan antara sejarah masukunya Agama Islam di tanah Bima dengan Upacara U’a Pua. Tanpa mengetahui seluk beluk kilas balik serta pasang surut sejarah masuk dan berekmbangnya Islam di Bima, tidaklah mungkin kita dapat mengetahui secara utuh proses dan sejarah lahirnya upacara adat U’a Pua. Oleh karena itu, ada baiknya kita bernostalgia dengan sejarah masuknya Islam di Bima yang menjadi tonggak dan babak baru perubahan sistim pemerintahan dari kerajaan kepada Kesultanan.

Adapun tujuan utama dari perayaan U’a Pua sebagai berikut :
1. Untuk memuliakan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW.
2. Untuk mengenang kembali sejarah masuknya agama Islam di Tanah Bima dan sekaligus sebagai wahana penghormatan atas jasa-jasa para penghulu Melayu beserta seluruh kaum keluarga yang telah menyebarkan agama Islam di Tanah Bima.
3. Meningkatkan pemahaman dan pengamalan Ajaran Islam yang bersumber dari Kitab Suci Alqur’an dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Bima dan ditunjukan dengan penyerahan Kitab Suci Alqur’an kepada Sultan sebagai pemimpin untuk dilaksanakan secara bersama-sama dengan seluruh rakyat.

Hanta U’a Pua merupakan salah satu Upacacara Adat Spektakuler yang telah digelar turun temurun pada masa lalu, terutama pada masa-masa keemasan dan kejayaan kesultanan Bima. Upacara Adat yang erat kaitannya dengan sejarah masuk Agama Islam di Tanah Bima ini, te;ah menjadi rutinitas seluruh elemen masyarakat Bima sejak dekade awal masuknya Islam. UA PUA dilaksankan pada bulan Rabiul Awal bertepatan dengan Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW setiap tahun. 

Ua Pua dalam bahasa melayu disebut” Sirih Puan” adalah satu rumpun tangkai bunga telur berwarna warni yang dimasukkan ke dalam satu wadah segi empat. Jumlah bunga telur tersebut berjumlah 99(Sembilan Puluh Sembilan) tangkai yang sesuai dengan Nama Asma’ul Husna. Kemudian di tengah-tengahnya ada sebuah Kitab Suci Alqur’an.

Ua Pua ditempatkan di tengah-tengah sebuah Rumah Mahligai(Bima: Uma Lige) yang berbentuk segi empat berukuran 4x4 M2. Bentuk Uma Lige ini terbuka dari ke empat sisinya. Atapnya bersusun dua, sehingga para penari lenggo Mbojo yang terdiri dari empat orang gadis, dan penari lenggo melayu yang terdiri dari empat orang perjaka, beserta para penghulu melayu dan pengikutnya yang berada di atas dapat dilihat oleh seluruh mayarakat sepanjang jalan.

Uma Lige tersebut diusung oleh 44 orang pria yang berbadan kekar sebagai simbol dari keberadaan 44 DARI MBOJO yang terbagi menurut 44 jenis keahlian dan ketrampilan yang dimilikinya sebagai bagian dari struktur Pemerintahan kesultanan Bima. Mereka melakukan start dari kampung melayu menuju Istana Bima untuk diterima oleh Sultan Bima dengan Amanah yang harus dikerjakan bersama yaitu memegang teguh ajaran Islam.

Pada masa lalu, sebelum Upacara Adat U’a Pua dilaksanakan sebagai puncak peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, diawali oleh kegiatan-kegiatan atraksi seni Budaya Tradisional dan pengajian Alqur’an selama tujuh hari, tujuh malam. Seluruh seniman dan Pendekar dari berbagai pelosok desa dalam wilayah kesultanan Bima berkumpul di lapangan Sera Suba untuk mempertunjukan kehebatannya. Dan pada puncak peringatan Maulid, Hanta U’a Pua pun digelar. Diawali pemukulan Ranca Na’e pada pukul 6 pagi dari loteng Gerbang Istana(Lare-Lare Asi). Hal tersebut dimkasudkan sebagai permakluman bahwa hari upacara adat telah tiba. Kemudian pada sekitar pukul 7 pagi utusan sultan yang terdiri dari tokoh-tokoh adat, Anggota Laskar kesultanan, bersama penari lenggo Mbojo menjemput penghulu melayu di kediamannya, Kampung Melayu. 

Sekitar pukul 8 pagi, rombongan penghulu melayu berangkat dari kampung melayu menuju Istana Bima. Keberangkatan rombongan tersebut ditandai dengan dentuman meriam. Adapun rombongan yang menyertai para penghulu melayu secara berurutan antara lain adalah Pasukan Jara Wera sebagai pengawal pembuka jalan, diikuti oleh pasukan Jara Sara’u dengan hentakan kaki kuda yang khas dan kuda pilihan, Anggota Laskar Suba Na’e dan Penari Sere, Pasukan Pengusung Uma Lige(Mahligai), dan terkahir diikuti oleh rombongan Pemuka Adat Dana Mbojo.

Ketika Penghulu Melayu beserta rombongan tiba di Istana Bima disambut pula dengan dentuman meriam dan berbagai atraksi serta tarian tradisional seperti tari kanja, tari sere,Gentaong dan dilanjutkan dengan Mihu yaitu pernyataaan kesiapan sultan untuk menerima sekaligus memulai upacara penyerahan U’a Pua yang berisi Kitab Suci Alqur’an. Setelah U’a Pua diserahkan, penghulu melayu dan sultan duduk berdampingan sambil menyaksikan Tari Lenggo U’a Pua sebagai lambang keharmonisan hubungan dan simbol kesamaan Visi dan Misi masyarakat Mbojo dalam kehidupan beragama, berbangsa dan bernegara. Kemudian dibagian akhir Upacara ditandai dengan pembagian 99 tangkai bunga telur sebagai simbol Asma’ul Husna(99 sifat allah) kepada seluruh hadirin.

Sumber : http://alanmalingi.blogspot.com

You Might Also Like

0 komentar: