Kabar NTB
Ribuan Dosen NTB Tak Layak, Banyak di Fakultas Ilmu Kesehatan
MATARAM – NTB
tidak bisa berbicara tentang kualitas dosen andal. Soalnya sebagian
besar dosen masih menyandang gelar strata 1 (S1). Hanya dari kriteria
jenjang pendidikan saja, menjadikan para dosen itu sudah tak layak.
Repotnya, jumlahnya bukan sedikit. Tapi ribuan. Sebaran mereka paling banyak di sejumlah perguruan tinggi swasta.
Banyak dari dosen S1 di beberapa
Perguruan Tinggi (PT) statusnya belum jelas. Mereka diperbantukan untuk
mengisi jabatan karena kurang tenaga pengajar mahasiswa ini.
Informasi dihimpun koran ini, beberapa
dosen di Perguruan Tinggi Negeri (PTN) dan Perguruan Tinggi Swasta (PTS)
di NTB juga banyak yang nyambi. Mereka bekerja serabutan. Selain
mengajar mahasiswa, mereka juga mengajar di SMA, SMP, SD. Bahkan ada
yang mengajar menjadi guru TK.
Koordinator Kopertis Wilayah VIII
Bali-Nusra Prof Dr Nengah Dasi Astawa kepada Lombok Post mengaku kalau
NTB kekurangan dosen. Itu yang ditengara menjadi sebab ribuan dosen NTB
menyandang gelar strata 1 (S1). Ini biasanya terdapat di PTS. Terutama
Fakultas Ilmu Kesehatan.
“Dosen S2 kebidanan dan keperawatan ini agak sulit,” ujarnya.
Ia menjelaskan, dosen yang masih S1 belum
bisa dikatakan sebagai seorang dosen. Sebab, mereka tidak memiliki
Nomor Induk Dosen Nasional (NIDN). Sesuai UU nomor 14 tahun 2005 dosen
minimal harus S2 pada 30 Desember 2015 lalu.
Dasi menuturkan, dosen yang menyandang S1 belum dikatakan dosen, melainkan mereka hanya dosen dengan Nomor Urut Pengajar (NUP).
Mereka ini tidak diakui Kemristekdikti.
Selama mengajar mereka tidak akan mendapat jabatan di PTN atau PTS.
Artinya, mereka hanya mengajar tanpa mendapat tunjangan dan lainnya.
Bukan dosen muda saja yang belum S2,
namun dosen yang diangkat tahun 1990 ke bawah juga banyak yang masih
menyandang S1. Bedanya, mereka memiliki NIDN. Namun, dengan UU nomor 15
tahun 2015 NIDN mereka hiden. Artinya disembunyikan.
Mereka diberikan kesempatan menyelesaikan
S2 agar NIDN kembali ada. Biasanya kata Dasi, dosen yang sudah tua ini
diberikan kesempatan untuk membuat jurnal, tulisan atau karya lainnya
agar mereka menadapat kembali NIDN kembali.
“Biasanya dosen ini mendapat Rekognasi Pembelajaran Lampau (RPL),” kata Dasi.
Dasi tidak tahu secara pasti berapa
jumlah dosen yang ada di kopertis VIII. Ia mengatakan, dosen di kopertis
VIII sekitar lima ribuan. Tidak semua dosen memiliki NIDN. “Ribuan
lebih dosen S1 yang tak diakui sebagai dosen di kopertis VIII,” ujarnya.
Disinggung soal kualitas lulusan PT di
NTB. Dasi mengatakan, kualitas lulusan bukan hanya diukur dengan dosen
yang harus mengajar S2. Namun, banyak indikator dalam peningkatan
kualitas lulusan.
Seperti sarana prasarana belajar. Manajemen pengelolaan PT, infrastruktur, dan kesejahteraan dosen.
“Tak mungkin dosen mengajar maksimal
apabila kesejahteraan tidak ada. Ini bisa menjadi tolak ukur peningkatan
kualitas,” ucapnya.
Sementara itu, Wakil Rektor I Bidang
Akademik Universitas Mataram Lalu Wiresapta Karyadi kepada Lombok Post
mengatakan, Unram sendiri memiliki tenaga dosen sebanyak 1.080.
Dosen ini tersebar di 9 fakultas dan enam
prodi dibawah Rektorat. Dosen tersebut hampir semuanya menyandang gelar
S2. Hanya beberapa dosen yang masih S1. Itu pun hanya di beberapa
fakultas.
“Dosen yang belum S2 ini biasanya dosen yang sudah tua. Pada 2016 ini mereka pensiun.” ujarnya.
Wira mengatakan, dosen S1 ini juga
terdapat di Fakulas Kedokteran. Fakultas ini tergolong baru, sehingga
beberapa tahun lalu dosen yang direkrut merupakan dokter muda menyandang
S1.
Kendati demikian, ilmu yang mereka miliki
di bidang kesehatan tak diragukan lagi. Apalagi, mereka sudah lulus Uji
Kompetensi Dokter Indonesia (UKDI) dan sudah mengikuti beberapa
pelatihan.
Sementara itu Rektor Universitas Muhammadiyah Mataram (UMM) H Mustamin mengaku, sebagain besar dosen di UMM sudah S2.
Bahkan ada yang sudah S3. Jumlah dosen tetap yayasan UMM sebanyak 248 orang. Rinciannya S3 jumlahnya 12 orang dan sisanya S2.
“Saat ini ada 53 dosen kami melanjutkan S3,” akunya.
Terkait dosen Fakultas Ilmu Kesehatan
(FIK) yang sulit tenaga pengajarnya. Mustamin mengaku, beberapa dosen
FIK masih S1. Meski demikian, mereka tidak termasuk dosen tetap yayasan.
Pasalnya, mereka belum layak dikatakan dosen karena belum S2. Selain itu, dosen FIK banyak yang tidak linier.
Artinya dosen menyandang D4 kebidanan, sedangkan S2 Kesehatan Masaryarakat. “Ini kan tidak nyambung,” singkatnya. (jay/r10)
Sumber : http://www.lombokpost.net
0 komentar: