Ketupat Sebagai Karya dan Ungkapan Budaya
Masyarakat Jawa tentu mengenal jenis makanan yang disebut ketupat, yang dalam bahasa Jawa disebut kupat.
Ketupat adalah makanan yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam
anyaman pucuk daun kelapa (janur) berbentuk kantong kemudian ditanak dan
dimakan sebagai pengganti nasi. Ketupat ini dapat kita jumpai dalam
kehidupan kita sehari-hari. Dijajakan di pinggir-pinggir jalan, di pasar
dengan sayurnya dan dikenal dengan sebutan ketupat sayur. Kenyataannya
ketupat sayur ini banyak digemari. Biasanya untuk sarapan pagi.
Untuk
membuat ketupat, terutama anyamannya, diperlukan daya kreatif
tersendiri agar dapat menghasilkan kantong-kantong anyaman jamur yang
memiliki nilai seni. Memang tidak semua orang dapat membuat ketupat dan
untuk dapat membuat perlu belajar menganyamnya. Dilihat dari segi
bentuknya ketupat mempunyai nilai seni. Dengan demikian ketupat menjadi
karya seni budaya seorang. Apabila dilihat dari maknanya ketupat
merupakan ungkapan budaya yang mengandung falsafah hidup yang sangat
bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai dasar dalam bersikap
dan bertindak.
Nama dan Bentuk Ketupat
Sebagaimana telah disebutkan bahwa untuk dapat menghasilkan kantong-kantong anyaman janur, seseorang perlu belajar dan mengetahui cara membuatnya. Dari kreatifitas seseorang menganyam janur untuk dibuat kantong ketupat, dapat diketahui nama-nama katupat antara lain: ketupat sinta, ketupat jago, ketupat luwar, ketupat sido lungguh, ketupat bawang, ketupat khodok, ketupat bata dan sebagainya. Kurang jelas asal-usul nama ketupat tersebut, tetapi diperkirakan nama-nama tersebut erat kaitannya dengan bentuk ketupat.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa untuk dapat menghasilkan kantong-kantong anyaman janur, seseorang perlu belajar dan mengetahui cara membuatnya. Dari kreatifitas seseorang menganyam janur untuk dibuat kantong ketupat, dapat diketahui nama-nama katupat antara lain: ketupat sinta, ketupat jago, ketupat luwar, ketupat sido lungguh, ketupat bawang, ketupat khodok, ketupat bata dan sebagainya. Kurang jelas asal-usul nama ketupat tersebut, tetapi diperkirakan nama-nama tersebut erat kaitannya dengan bentuk ketupat.
Sebagai
contoh: ketupat bata bentuknya persegi empat seperti bentuk bata merah;
ketupat bawang bentuknya seperti bawang dan sebagainya.
Diperkirakan pula nama tersebut erat hubungannya dengan maknanya.
Sebagai
contaoh: ketupat luwar sebagai simbol tercapainya harapan dan karenanya
bentuk ketupat luwar sangat sederhana dan mudah dilepas. Di sini
diberikan makna lepasnya/tercapainya apa yang dicita-citakan.
Perlu
diketahui pula bahwa untuk membuat bentuk-bentuk ketupat diperlukan
jumlah janur yang berbeda. Untuk membuat ketupat bawang diperlukan dua
helai janur, ketupat luwar dua helai janur, ketupat jago delapan helai
janur, ketupat sinta empat helai janur dan sebagainya.
Untuk
mengetahui lebih dalam mengenai nama dan bentuk ketupat memang perlu
waktu dan pendalaman tersendiri. Pendalaman tentang ketupat perlu
dilanjutkan dan dikembangkan sebagai karya seni menganyam janur.
Makna Ketupat
Ketupat sebagai karya budaya dikaitkan dengan suatu hasil dengan beraneka macam bentuk. Sedang ketupat sebagai ungkapan budaya adalah merupakan simbol yang di dalamnya terkandung manka dan pesan tentang kebaikan. Sebagai ungkapan budaya, ketupat antara lain memberikan makna dan pesan:
Ketupat sebagai karya budaya dikaitkan dengan suatu hasil dengan beraneka macam bentuk. Sedang ketupat sebagai ungkapan budaya adalah merupakan simbol yang di dalamnya terkandung manka dan pesan tentang kebaikan. Sebagai ungkapan budaya, ketupat antara lain memberikan makna dan pesan:
1. Ketupat
terdiri dari beras/nasi yang dibungkus daun kelapa muda dan janur
(bahasa Jawa). Beras/nasi adalah simbol nafsu dunia. Sedangkan Janur
yang dalam budaya Jawa Jarwa dhosok adalah “Jatining nur” (sejatinya
nur), yaitu hati nurani. Jadi ketupat dimaksudkan sebagai lambang nafsu
dan hati nurani, yang artinya agar nafsu dunia dapat ditutupi oleh hati
nurani.
Pesan
yang terkandung di dalamnya adalah agar seseorang dapat mengendalikan
diri, yaitu menutupi nafsu-nafsunya dengan hati nurani (dilambangkan
nasi bungkus dengan janur). Sebagaimana disadari bahwa di dalam diri
manusia terdapat nafsu-nafsu buruk yang dapat mempermainkan manusia itu
sendiri.
Di
samping itu Tuhan memberikan kepada manusia hati nurani, yaitu suara
hati nurani/suara kecil yang memberikan kepada manusia
peringatan-peringatan apabila akan melakukan hal-hal yang menyimpang
dari garis keutamaan. Oleh karena itu hati nurani merupakan kunci
kewaspadaan manusia terhadap perilakunya sehari-hari di dunia ini, hati
nurani sebagai alat kendali nafsu-nafsu manusia.
Dalam
hubungan ini apabila manusia tidak dapat mengendalikan nafsu-nafsu
dunianya, maka seseorang akan menampakkan sifat ego dan tindak yang
dilakukannya mencerminkan nafsu angkara. Ini berarti cahaya Tuhan
berkurang di dalam menyinari hati manusia. Seharusnya seseorang mampu
memerangi nafsu angkaranya sehingga tercapai pengendalian diri yang
serasi.
Demikian
makna yang terkandung dalam ketupat, yaitu memberikan pesan agar
seseorang mampu mengendalikan diri dari nafsu-nafsu buruknya.
2. Ketupat yang dalam bahasa Sunda juga disebut kupat,
dimaksudkan agar seseorang jangan suka ngupat, yaitu membicarakan
hal-hal buruk pada orang lain karena akan membangkitkan amarah.
Dengan lambang ketupat ini dipesankan agar seseorang dapat menghindarkan diri dari tindak ngupat tersebut.
3. Ketupat, kupat dalam budaya Jawa sebagai “Jarwa dhosok” juga berarti “ngaku lepat”. Dalam hal ini terkandung pesan agar seseorang segera mengakui kesalahannya apabila berbuat salah.
Tindakan
“ngaku lepat” ini telah menjadi kebiasaan atau tradisi pada tanggal
satu Syawal, yaitu setelah melaksanakan ibadah puasa dengan menyediakan
hidangan ketupat berikut lauk pauknya di rumah-rumah, sehingga disebut
dengan ketupat lebaran. Semua ini sebagai simbol pengakuan dosa baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa maupun terhadap sesama manusia.
4. Seiring
dengan makna di atas dan erat sekali hubungannya dengan tanggal satu
syawal, kupat adalah “jarwo dhosok” dari “laku papat” (empat tindakan).
Budaya menyediakan hindangan ketupat pada tanggal satu syawal terkandung
pesan agar seseorang melakukan tindakan yang empat tersebut, yaitu: lebaran, luberan, leburan dan laburan.
Lebaran,
dari kata lebar yang berarti selesai. Ini dimaksudkan bahwa satu syawal
adalah tanda selesainya menjalani puasa, maka satu syawal biasa disebut
dengan Lebaran. Di hari Lebaran itu diharuskan untuk makan, tidak puasa
lagi, puasanya sudah selesai.
Luberan,
terkandung arti melimpah ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah
sehingga tumpah ke bawah. Ini simbol yang memberikan pesan untuk
memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sadaqoh dengan
ikhlas seperti tumpahnya/lubernya air dari tempayan tersebut.
Hal ini dapat dilihat dalam tradisi Islam, yaitu memberikan sadaqoh atau zakat fitrah pada satu syawal.
Leburan,
seiring dengan pengertian ngaku “lepat”, yaitu saling mengaku berasal
dan saling meminta maaf dalam budaya Jawa pelaksanaan Leburan dalam satu
syawal nampak pada ucapan dari seseorang yang lebih rendah status
sosialnya kepada seseorang yang lebih tinggi status sosialnya atau dari
anak kepada orang tua, yaitu ucapan “Mugi segeda lebur ing dinten
menika”. Maksudnya bahwa semua kesalahan dapat lepas dan dimaafkan pada
hari tersebut.
Laburan.
Labur (kapur) adalah bahan untuk memutihkan dinding. Dalam hal ini
sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan
diri lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan leburan (saling maaf
memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak yang baik, sehingga
dapat mencerminkan budi pekerti yang baik pula.
Demikian
makna yang terkandung dalam ketupat yang dihidangkan yang makan dapat
ingat akan makna dan pesan yang ada dan dapat melaksanakan pesan
tersebut dalam wujud sikap dan tindak sebagai pengamalan budi luhur
khususnya pada satu syawal dan dalam kehidupan sehari-hari.
5. Ketupat
pada saat tertentu digunakan sebagai pelengkap sesaji dalam upacara
daur hidup, yaitu untuk pelengkap sesaji selamatan empat bulan orang
mengandung. Adapun jenis ketupat yang digunakan adalah ketupat jago,
ketupat sinta, ketupat sido lungguh dan ketupat luwar. Belum ditemukan
sumber yang mengungkap makna yang ada di dalamnya dan kiranya perlu
dikembangkan penelitian lebih lanjut. Dalam upaya memberikan suatu yang
baik, maka ketupat sebagai pelengkap sesaji selamatan empat bulan
kehamilan diberikan makna sebagai berikut:
- Empat jenis ketupat digunakan, diperkirakan ada hubungannya dengan masa kehamilan empat bulan.
- Ketupat
jago, dikandung maksud agar kelak jabang bayi yang akan lahir apabila
leki-leki diharapkan dapat menjadi jago, yaitu mempunyai watak kesatriya
dan mempunyai kedudukan yang tinggi.
- Ketupat
sinta. Sinta adalah simbol wanita cantik dan berburi luhur. Dalam
hubungan ini diharapkan apabila anak yang akan lahir adalah wanita,
memiliki paras yang cantik dan berbudi luhur.
- Ketupat
sido lungguh. Ada keyakinan bahwa pada kehamilan empat bulan Tuhan Yang
Maha Esa meniupkan roh pada si jabang bayi, dengan demikian dalam
kehamilan empat bulan jabang bayi yang di dalam kandungan menjadi
sempurna lahir batin, dalam arti sebagai manusia kecil yang telah diberi
unsur jiwa dan raga. Demikian pula jabang bayi yang diberikan kedudukan
(sido lungguh) sebagai manusia kecil.
- Ketupat
luwar. Ketupat luwar diberikan arti lepas atau keluar. Simbol ini
memberikan pesan agar kelak jabang bayi dapat lahir dengan mudah dan
selamat. Juga simbol ini memberikan pesan “ngeluwari ujar”, yaitu
lepasnya suatu harapan. Dalam hubungan dengan kehamilan berarti
tercapainya harapan orang tua yang menginginkan anak melalui proses
kehamilan. Dalam hal lain ketupat luwar digunakan sebagai sarana upacara
yang terkandung maksud telah tercapainya suatu yang diinginkan.
- Dari
uraian yang sangat terbatas tentang ketupat tersebut dapat diketahui
sekaligus memberikan gambaran bahwa perlu adanya pengembangan lebih
lanjut tentang ketupat, baik sebagai karya budaya yang dapat
menghasilkan sesuatu yang memiliki nilai seni, maupun sebagai ungkapan
budaya yang merupakan simbol yang memiliki makna dan pesan baik.
Demikianlah ketupat perlu dimasyarakatkan dalam rangka menambah wawasan khasanah budaya bangsa.
Sumber:
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan. 1995. Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
0 komentar: