"Izinkan Aku Selamanya Disini, di Barisan PKS" | by @MinieBintis
Rusmini Bintis
Medan - Depok
Setiap yang bernyawa pasti akan mengalami kematian. Termasuk saya, dan
pembaca tulisan ini. Semuanya akan binasa, kecuali Allah. Saat kita
bertakziah, kematian seolah sangat dekat dengan kita. Berbagai
pertanyaan menggelayuti saat mengingat kematian. Kapankah giliran kita
tiba? Dalam kondisi seperti apa? Bisakah kita menjawab pertanyaan
Malaikat Munkar Nakir? Mendapat nikmat atau azab kubur?
Ingin menghindar dari kematian? Tidak mungkin. Seluruh manusia yang
telah wafat, pastilah ingin kembali ke dunia ini jika ia mendapat siksa.
Namun di alam sana, juga pasti ada orang-orang yang melambai- lambaikan
tangannya kepada kita yang masih hidup. Mereka berkata dengan wajah
berseri, “Wahai kawanku, istiqomahlah dan berbahagialah atas segala
karunia yang menantimu”.
Alangkah elok saat kita meninggal dalam kondisi husnul khatimah, syahid
di jalan perjuangan dakwah. Husnul Khatimah tidak melulu dalam kondisi
badan tiada luka. Ingatlah kisah Utsman yang wafat dengan bermandikan
darah. Pada waktu Ashar di Hari Jum’at 8 Dzulhijjah 35 H, para
pemberontak telah menusuk kening Utsman hingga tombak masuk ke
kerongkongan, kemudian pedang diayunkan dan menebas tubuh sahabat Rasul
itu. Utsman roboh tak terperih. Bahkan dengan beringas Amr bin Hamaq
menindih dada Utsman dengan menghunjamkan 9 tusukan.
Begitu pula sepenggal akhir hidup Ali Bin Abi Thalib. Pada 19 ramadhan
tahun 40 H, saat Ali sedang shalat dan ingin mengangkat kepala dari
sujudnya, sebilah pedang beracun terayun dan mendarat tepat di atas
dahinya. Darah mengucur deras membahasi mihrab masjid. “Fuztu wa rabbil
ka’bah. Demi pemilik Ka’bah, aku telah meraih kemenangan.”, kalimat Ali
di tengah cucuran darah yang mengalir.
Sahabatku.. demikianlah jalan para pejuang. Hidup di dunia adalah waktu
untuk bekerja, negeri akhirat adalah tempat istirahat yang sesungguhnya.
Kondisi ini seirama dengan lirik lagu yang dipopulerkan Izzatul Islam
dengan tajuk “Kami pejuang Keadilan”
Selama nyawa di kandung badan
tak selangkahpun surut ke belakang.
Karena jiwa telah direlakan,
hanya Allah menjadi tujuan.
Terus bekerja tumpas kedzaliman
karena kita pejuang keadilan.
Merupakan anugerah saat Allah takdirkan kita tergabung dalam barisan
dakwah Partai Keadilan Sejahtera. Walaupun kini media massa gencar
memprovokasi agar kita pecah sebagaimana dahulu yang dilakukan
orang-orang Quraiys, namun lihatkah panji Islam benderang di Madinah
hingga ke pelosok dunia.
Semakin kenal PKS, aku semakin ingin selamanya ada di sini. Menunggu kejayaan Islam sembari terus berjuang hingga ajal datang. Aku tidak peduli akankah aku bisa melihat kejayaan itu atau tidak, namun satu yang pasti aku ingin menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari proses panjang perjuangan.
Aku yakin, apa yang aku rasakan juga dirasakan oleh kader yang lain. Isu
yang melanda PKS tidak lebih besar dari sekedar sandungan batu kecil.
Karena ia berada di luar bangunan yang dapat dijadikan sarana pengokohan
kader. Jauh lebih bermasalah jika hari gini masih ada kader yang liqo’
nya bolong- bolong tanpa alasan syar’i. Mengapa? Karena PKS kuat dengan
kadernya. Semakin kokoh diri setiap kader, sebesar itu pula lah kekuatan
jama’ah.
Di luar sana, bisa jadi yang membenci PKS sedang tertawa ria dengan
melihat Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq mendekam di sel. Kalau saja mereka
tahu isi hati Ustadz Lutfi, tentu mereka akan tercengang. Penulis yakin,
jauh di lubuk hati ustadz Lutfi justru kasihan kepada orang- orang yang
mendzaliminya.
Sebagaimana do’a Rasulullah saat dizalimi di Thaif, beliau berdo’a,
“Aku menginginkan semoga Allah berkenan mengeluarkan dari anak keturunan
mereka generasi yang menyembah Allah semata, tidak menyekutukan-Nya,
dengan sesuatu pun.“ Maha suci Allah, sesungguhnya keimanan menumbuhkan
kasih sayang, bahkan terhadap musuh sekalipun.
Biar pun orang-orang memandang PKS dengan hati sangar, tapi kader-kader
PKS harus memandang semuanya dengan hati kasih sayang dan penuh cinta.
Karena dengan cinta yang memungkinkan kita merubah dunia menjadi
sepenggal Firdaus. Begitu ungkapan Ustadz Anis Matta.
Saatnya kali ini PKS bersabar dalam ujian. Do’a kita bersama agar pasca
pemilu 2014 PKS kembali bersabar dalam kemenangan. Amiin... Optimisme
itu harus ada. Karena berfikir positif akan memberikan kekuatan dalam
perjuangan. Sudah begitu banyak contoh kemenangan yang diraih dengan
semangat menggelora dalam dada.
Ada kisah para sahabat saat perang Badar, pasukan Sultan Al Fatih, dan
kemerdekaan Indonesia juga tidak lepas dari optimisme dalam berjuang.
Enyahkan saja siuh-siuh merdu yang merusak semangat kita. Lanjutkan
perjuangn kita dimanapun posisi kita dan apapun peran yang kita mainkan.
Semoga kita semua wafat husnul khatimah dalam barisan dakwah ini. Biar
raga terluka, pikiran terkuras, mata terjaga, telinga lelah atas segala
luka, namun kita tetap solid dalam jama’ah dakwah ini. Kalau tidak di
PKS, dimana lagi harapan kejayaan Islam itu masih ada? Karena PKS adalah
wasilah dalam perjuangan kita. Tugas kita menjaga dan mengisinya dengan
pengabdian terbaik yang kita punya. Hingga ajal merenggut sukma jiwa,
dan gelar syahid di mata Allah azza wajalla..
*penulis: @MinieBintis on twitter
http://www.pkspiyungan.org/2013/06/izinkan-aku-selamanya-disini-di-barisan.html
0 komentar: