Sejarah Bima
Pada masa lalu, kaum wanita Mbojo telah mampu memproduksi berbagai jenis kain tenun yang bermutu dan bernilai seni. Bukan hanya untuk kebutuhan masyarakat Mbojo, tetapi juga menjadi barang yang laris di wilayah Nusantara. Semua orang tua bangga, bila putri mereka menjadi penenun yang terampil dan kreatif. Sebaliknya bila putri mereka tidak memiliki ketrampilan di bidang Muna ro Medi, orang tua akan merasa malu kepada masyarakat, karena gagal melaksanakan amanat adat yang mengharuskan semua wanita Mbojo menjadi penenun yang terampil.
Kecintaan masyarakat terhadap bahan sandang hasil Muna ro Medi mulai menurun pada Tahun 1960-an. Para penenun sulit menghasilkan Tembe, Sambolo dan Weri yang bermutu karena kekurangan modal, dalam waktu yang bersamaan bahan sandang dari luar semakin membanjiri pasar di Bima dan Dompu. Dalam situasi seperti itu, generasi muda cenderung mencintai bahan dari luar, ketimbang buatan para ibu sendiri. Inilah gejala awal dari terpuruknya apresiasi masyarakat terhadap Tembe, Sambolo dan Weri Mbojo.
Sebagai kenangan sejarah, inilah pusat-pusat kerajinan tenun di Bima baik yang sudah tidak ada lagi maupun yang masih eksis.
1. Kampung Bara
Terletak disebelah selatan Istana, pada masa kesultanan Kampo Bara termasuk lingkungan Istana. Pada saat sekarang merupakan Kampo (Kampung) wilayah Kelurahan Paruga Kecamatan Rasane Barat Kota Bima.Para pengrajin Muna ro Medi Kampo Bara, merupakan pengrajin yang bertugas memintal dan menenun kebutuhan keluarga Istana. Selain memiliki ketrampilan mereka juga harus mampu menjaga dan memelihara keaslian warna dan motif tenunan Mbojo. Mereka juga ditugaskan untuk membimbing para penenun dari desa-desa diluar lingkungan Istana, terutama mengenai ragam jenis dan makna motif tenunan Mbojo. Mulai tahun 1950-an, seiring berakhirnya masa kesultanan, peran Kampo Bara sebagai pusat kerajinan Muna ro Medi Istana sudah tidak terlihat lagi.
2. Rabadompu, Kumbe Dan Sabali
Pada masa kini Rabadompu sudah berstatus sebagai salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Raba Kota Bima. Pada mulanya para penenun Rabadompu selalu mendapat bimbingan dari para penenun Istana yang berpusat di Kampo Bara. Kerajinan menenun yang berpusat di Rabadompu, akhirnya berkembang di desa sekitarnya yaitu di desa Kumbe dan Sabali Kecamatan Rasanae Timur dan desa-desa di timur kota Bima. Sampai sekarang tiga desa itu masih menjadi pusat kerajinan Muna ro Medi yang produktif.
3. Ntobo
Ntobo berada di utara Kota Bima. Sejak dulu terkenal sebagai pusat pengrajin tenunan yang menenun Sambolo dan Weri. Pada masa lalu Weri dan sambolo untuk kebutuhan lingkungan Istana didatangkan dari Ntobo.
4. Nata
Desa Nata berada di wilayah Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima. Sejak masa kesultanan Desa Nata terkenal sebagai pusat produksi Tembe. Pada masa lalu para penenun selalu mendapat bimbingan dari para penenun Istana di Kampo Bara. Sampai sekarang warna dan motif tembe tenunan mereka selalu mengikuti warna dan motif Kampo Bara.
5. Renda.
Desa Renda adalah salah satu desa di Kecamatan Belo Kabupaten Bima. Merupakan desa yang sampai sekarang sangat produktif menenun berbagai jenis tenunan terutama Tembe dengan warna dan motif khas mereka. Sebenarnya ragam motif tenun Renda sama dengan motif-motif asli Mbojo. Pada umumnya mereka gemar memakai motif geometri seperti jajaran genjang dan segitiga. Dipadukan dengan Bunga Samobo (Bunga Sekuntum) dan Bunga Kakando (Rebung). Dana atau warna dasarnya pada umumnya hitam, hijau, biru, coklat sama dengan warna dasar asli Mbojo yang diberi warna yang ekstrim atau mencolok yang dalam bahasa Mbojo “Tambaha”.
Desa Nata Salah Satu dari 5 Kampung Simbol Kejayaan Tenun Bima
Pada masa lalu, kaum wanita Mbojo telah mampu memproduksi berbagai jenis kain tenun yang bermutu dan bernilai seni. Bukan hanya untuk kebutuhan masyarakat Mbojo, tetapi juga menjadi barang yang laris di wilayah Nusantara. Semua orang tua bangga, bila putri mereka menjadi penenun yang terampil dan kreatif. Sebaliknya bila putri mereka tidak memiliki ketrampilan di bidang Muna ro Medi, orang tua akan merasa malu kepada masyarakat, karena gagal melaksanakan amanat adat yang mengharuskan semua wanita Mbojo menjadi penenun yang terampil.
Kecintaan masyarakat terhadap bahan sandang hasil Muna ro Medi mulai menurun pada Tahun 1960-an. Para penenun sulit menghasilkan Tembe, Sambolo dan Weri yang bermutu karena kekurangan modal, dalam waktu yang bersamaan bahan sandang dari luar semakin membanjiri pasar di Bima dan Dompu. Dalam situasi seperti itu, generasi muda cenderung mencintai bahan dari luar, ketimbang buatan para ibu sendiri. Inilah gejala awal dari terpuruknya apresiasi masyarakat terhadap Tembe, Sambolo dan Weri Mbojo.
Sebagai kenangan sejarah, inilah pusat-pusat kerajinan tenun di Bima baik yang sudah tidak ada lagi maupun yang masih eksis.
1. Kampung Bara
Terletak disebelah selatan Istana, pada masa kesultanan Kampo Bara termasuk lingkungan Istana. Pada saat sekarang merupakan Kampo (Kampung) wilayah Kelurahan Paruga Kecamatan Rasane Barat Kota Bima.Para pengrajin Muna ro Medi Kampo Bara, merupakan pengrajin yang bertugas memintal dan menenun kebutuhan keluarga Istana. Selain memiliki ketrampilan mereka juga harus mampu menjaga dan memelihara keaslian warna dan motif tenunan Mbojo. Mereka juga ditugaskan untuk membimbing para penenun dari desa-desa diluar lingkungan Istana, terutama mengenai ragam jenis dan makna motif tenunan Mbojo. Mulai tahun 1950-an, seiring berakhirnya masa kesultanan, peran Kampo Bara sebagai pusat kerajinan Muna ro Medi Istana sudah tidak terlihat lagi.
2. Rabadompu, Kumbe Dan Sabali
Pada masa kini Rabadompu sudah berstatus sebagai salah satu kelurahan di wilayah Kecamatan Raba Kota Bima. Pada mulanya para penenun Rabadompu selalu mendapat bimbingan dari para penenun Istana yang berpusat di Kampo Bara. Kerajinan menenun yang berpusat di Rabadompu, akhirnya berkembang di desa sekitarnya yaitu di desa Kumbe dan Sabali Kecamatan Rasanae Timur dan desa-desa di timur kota Bima. Sampai sekarang tiga desa itu masih menjadi pusat kerajinan Muna ro Medi yang produktif.
3. Ntobo
Ntobo berada di utara Kota Bima. Sejak dulu terkenal sebagai pusat pengrajin tenunan yang menenun Sambolo dan Weri. Pada masa lalu Weri dan sambolo untuk kebutuhan lingkungan Istana didatangkan dari Ntobo.
4. Nata
Desa Nata berada di wilayah Kecamatan Palibelo Kabupaten Bima. Sejak masa kesultanan Desa Nata terkenal sebagai pusat produksi Tembe. Pada masa lalu para penenun selalu mendapat bimbingan dari para penenun Istana di Kampo Bara. Sampai sekarang warna dan motif tembe tenunan mereka selalu mengikuti warna dan motif Kampo Bara.
5. Renda.
Desa Renda adalah salah satu desa di Kecamatan Belo Kabupaten Bima. Merupakan desa yang sampai sekarang sangat produktif menenun berbagai jenis tenunan terutama Tembe dengan warna dan motif khas mereka. Sebenarnya ragam motif tenun Renda sama dengan motif-motif asli Mbojo. Pada umumnya mereka gemar memakai motif geometri seperti jajaran genjang dan segitiga. Dipadukan dengan Bunga Samobo (Bunga Sekuntum) dan Bunga Kakando (Rebung). Dana atau warna dasarnya pada umumnya hitam, hijau, biru, coklat sama dengan warna dasar asli Mbojo yang diberi warna yang ekstrim atau mencolok yang dalam bahasa Mbojo “Tambaha”.
Sumber Akun Facebook Alan Malingi : https://www.facebook.com/alan.malingi/posts/10201158901570166
0 komentar: