KASUS "PERAMPOKAN" CENTURY

10.21.00 Iwan Wahyudi 0 Comments

Pandangan Sementara Fraksi PKS tentang Hasil-hasil Pemeriksaan Pansus Angket DPR tentang Pengusutan Kasus Bank Century

Disampaikan oleh : Andi Rahmat No. Anggota : A-98

 

Bismillahirrahmanirrahim,
Yang terhormat Pimpinan Pansus Angket Kasus Bank Century DPR RI
Yang terhormat Anggota Pansus Angket Bank Century DPR RI
Serta para hadirin yang kami hormati.

Assalamu'alaikum Warohmatullohi Wabarokaatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.


Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karuniaNya berupa nikmat keimanan, kesehatan, persaudaraan, kebersamaan dan kesempatan sehingga kita dapat melaksanakan tugas-tugas kenegaraan selaku wakil rakyat dengan baik. Dalam kesempatan ini, izinkan juga kami untuk menyampaikan harapan agar kiranya pemerintah dapat terus fokus dan meningkatkan kinerjanya ditengah berbagai peristiwa politik, khususnya terkait dengan pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Agreement dimana berbagai industri di sektor riil membutuhkan dukungan optimal agar dapat bertahan dan meningkatkan daya saingnya.


Pimpinan dan anggota pansus yang terhormat, serta hadirin yang kami hormati,
Pelaksanaan hak angket DPR RI tentang Pengusutan Kasus Bank Century dilakukan berdasarkan UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD. Dalam Pasal 77 ayat 3 UU No. 27 Tahun 2009 disebutkan bahwa hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.


Pansus angket DPR tentang Pengusutan Kasus Bank Century ini berbasis dari Laporan Hasil Pemeriksaan Investigasi BPK tanggal 20 November 2009 dan berupaya melakukan pengujian terhadap fakta-fakta temuan BPK. Dari hasil pemeriksaan sementara oleh Pansus angket hingga saat ini, beberapa temuan utama BPK terbukti akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.


Pimpinan dan anggota pansus yang terhormat, serta hadirin yang kami hormati,
Fraksi PKS memandang bahwa hak angket DPR tentang pengusutan terhadap kasus Bank Century ini adalah sebuah langkah yang penting dan signifikan dalam mempromosikan stabilitas sektor keuangan dan perekonomian secara transparan dan kredibel. Adalah sangat keliru memandang hak angket Bank Century sebagai semata upaya manuver politik pragmatis jangka pendek. Sebaliknya, hak angket Bank Century ini harus dipandang sebagai upaya fundamental jangka panjang dalam memfasilitasi transparansi pembuatan kebijakan publik dan melindungi kepentingan masyarakat luas. 


Indonesia adalah negara ke-dua di dunia yang melakukan proses investigasi terhadap program bailout yang dilakukan dalam menyelamatkan sektor keuangan setelah Amerika Serikat yang membentuk Special Inspector General (SIG) untuk menginvestigasi program bailout mereka yaitu Troubled Asset Relief Program (TARP). Lembaga watchdog yang dipimpin Neil M. Barofsky dan mulai bekerja sejak 15 Desember 2008 ini, telah menemukan 77 kasus aktif dimana 25 diantaranya adalah kasus kriminal. Diantara kasus yang kini sedang ditangani SIG-TARP adalah dugaan terhadap the Federal Reserve Bank of New York yang dianggap tidak menyediakan informasi yang benar (improperly limited release of information) dalam proses bailout AIG sehingga biaya penyelamatan melonjak dari US$ 85 milyar menjadi US$ 182,3 milyar. Selain itu SIG-TARP bekerjasama dengan SEC dan FBI juga menginvestigasi proses merger Bank of America dan Merrill Lynch.


Dalam satu dekade terakhir, dunia keuangan kita terus diguncang oleh berbagai skandal. Dimulai dengan penyelesain akhir dari kasus BLBI, skandal Bank Global, Redemption Reksa Dana, Pembobolan Bank BNI, Kasus Sari Jaya dan Antaboga, hingga terakhir, Kasus Bank Century. Dimana tak ada satupun dari skandal-skandal tesebut yang betul-betul tuntas penanganannya. Baik itu menyangkut pelaku utama, pejabat publik hingga kepada tatanan sistem keuangan yang bisa lebih menjamin tidak terjadinya peristiwa tersebut secara berulang, simultan dan dengan hasil yang sama; lumpuhnya institusi negara dalam mengatasi skandal besar semacam itu.


Fraksi PKS memandang bahwa pelaksanaan hak angket DPR tentang pengusutan kasus Bank Century ini sangat strategis dalam mengembalikan fungsi dan peran DPR sebagai lembaga pengawas dan pengontrol pemerintah (check and balances) dan sekaligus mendorong akuntabilitas pengambilan kebijakan publik yang berimplikasi luas ke masyarakat.

Pimpinan dan anggota pansus yang terhormat, serta hadirin yang kami hormati,
Berdasarkan hasil pemeriksaan BPK dan temuan-temuan dalam proses pemeriksaaan serta kesaksian dari saksi dan ahli  yang dihadirkan dalam persidangan pansus angket Bank Century, Fraksi PKS mengemukakan pandangannya terhadap proses pemeriksaan tersebut, sebagai berikut:

Pertama, sebelum proses merger, terdapat temuan bahwa telah terjadi pembiaran atas berbagai penyimpangan yang dilakukan Bank CIC dan proses pemberian izin akuisisi 2 bank kepada Pemegang Saham Pengendali-nya, Chinkara Capital, untuk di-merger dengan Bank CIC dalam rangka menutupi penyimpangan-peyimpangan tersebut. Berdasarkan temuan tersebut, Bank Indonesia  diduga kuat mengetahui dan membiarkan pelanggaran-pelanggaran dan tindakan-tindakan melawan hukum yang dilakukan Bank CIC yang melibatkan Chinkara Capital seperti L/C fiktif, kredit fiktif, manipulasi data, windows dressing dan accounting engineering. 


Walau telah mengetahui berbagai pelanggaran Bank CIC yang melibatkan Chinkara Capital, BI justru memberikan izin akuisisi pada 21 November 2001 ke Chinkara Capital untuk mengakuisisi Bank Pikko dan Bank Danpac dengan mempersyaratkan ke-2 bank harus di merger dengan Bank CIC, dalam rangka menghindari penutupan Bank CIC. Sekalipun proses akusisi tersebut dilakukan melalui pasar modal, namun BI sesuai dengan kewenangannya seharusnya tidak menyetujui atau membatalkan akuisisi tersebut. Akuisisi yang mempersyaratkan merger pada dasarnya merupakan bentuk liniensi yang dapat dipandang sebagai pembiaran terhadap fakta bahwa pada prinsipnya Chinkara Capital tidak layak untuk melakukan akuisisi tersebut. Namun kinerja Bank CIC tidak menunjukkan perbaikan karena Bank CIC justru masuk dalam status pengawasan khusus BI antara 26 Maret 2002 s.d. September 2002 dan kemudian diperpanjang hingga Desember 2002. Pelanggaran Chinkara ternyata tidak hanya pada kegiatan perbankan dari Bank CIC tetapi juga dalam proses akuisisi dengan tidak memenuhi persyaratan akuisisi.


Kedua, dalam proses merger Bank CIC dengan Bank Danpac dan Bank Pikko menjadi Bank Century pada 6 Desember 2004, BI nyata-nyata tidak mematuhi aturan perundang-undangan, tidak konsisten dalam menerapkan aturan dan persyaratan yang ditetapkannya sendiri dan tidak menerapkan aspek prudential sebagai aspek paling mendasar dalam menjalankan fungsi dan otoritas yang dimilikinya. 


Proses merger 3 bank ini mulai dilakukan secara intensif sejak 14 April 2004. BI terindikasi mendorong merger Bank CIC, Bank Pikko dan Bank Danpac untuk menutupi masalah Bank CIC sekaligus melindungi citra BI dari dampak negatif jika terjadi pencabutan izin usaha Bank CIC. Dalam proses merger ini juga terjadi berbagai pelanggaran antara lain: menganggap lancar surat-surat berharga macet Bank CIC, manipulasi simulasi proforma CAR bank hasil merger yang tidak berdasarkan due dilligence, pemegang saham pengendali dan pengurus bank tidak melalui fit and proper test, dan menggunakan laporan keuangan Bank Pikko dan CIC yang mendapat opini disclaimer dari KAP.


Karena sejak kerusakan Bank CIC tidak diperbaiki dan proses merger yang penuh pelanggaran, kinerja Bank Century tidak membaik dan tetap melakukan tindakan-tindakan melawan hukum. Pasca merger pada 28 Februari 2005, CAR Bank Century negatif 132,58%.  Menurut keterangan saksi-saksi, CAR Bank Century menjadi negatif disebabkan oleh pemberlakuan PBI 7/2005 ttg Penilaian Kualitas Aktiva Produktif, yang menyebabkan Surat-Surat Berharga yang dimiliki oleh Bank Century menjadi dikategorikan macet. Untuk mengatasi itu, Direktorat Pengawasan Bank BI kemudian melayangkan surat kepada Bank Century untuk mengatasi permasalahan tersebut. Selanjutnya, setelah melalui berbagai proses,  melalui mekanisme AMA (Asset Management Agreement) SSB yang macet tersebut dinyatakan lancar pada bulan januari tahun 2006. Dengan demikian sepanjang tahun 2005, sesungguhnya Bank Century beroperasi dalam kondisi insolvent dan  tidak prudent. Kondisi ini seharusnya menjadi dasar penetapan Bank Century pada waktu itu untuk menjadi bank dalam pengawasan khusus BI semenjak Februari 2005. Dan sesuai dengan ketentuan, pada bulan September 2005, seharusnya bank tersebut dinyatakan sebagai bank gagal dan untuk selanjutnya dilikudidasi sesuai denngan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.  

Ketiga, Setelah merger menjadi Bank Century, terus  saja terjadi berbagai praktik-praktik tidak sehat dan pelanggaran-pelanggaran oleh pengurus bank, pemegang saham dan pihak terkait sepanjang 2005-2008 yang merugikan Bank Century sekurang-kurangnya Rp 6,3 trilyun yang kemudian akhirnya ditutup dengan dana PMS dari LPS pasca bailout Bank Century. BI tidak bertindak tegas terhadap pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan Bank Century selama 2005-2008, terutama dengan membiarkan rekayasa akuntansi terkait Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) sehingga seolah-olah Bank Century masih memenuhi ketentuan CAR.


Berbagai pelanggaran tersebut, yang terjadi secara simultan dan berkesinambungan, dapat dipandang sebagai usaha untuk mempertahankan praktek-praktek tidak sehat yang berlangsung didalam Bank Century. Penyimpangan dilakukan dengan memanipulasi informasi dan BI selaku pengawas tidak melakukan tindakan yang seharusnya sehingga terlihat justru ikut melakukan upaya-upaya dengan sengaja untuk menutupi masalah Bank Century. BI juga terus memberikan liniensi walau berbagai komitmen tidak pernah dipenuhi. Bentuk liniensi ini antara lain berupa pemberian kesempatan kepada Pemegang Saham untuk merekayasa struktur kepemilikan, membiarkan pemegang saham mengontrol pergerakan Surat-Surat Berharga, accounting engineering, untuk kemudian disahkan oleh Bank Indonesia.


Upaya ini pada akhirnya mengalami kebuntuan juga manakala memasuki tahun 2008, dimana terdapat tidak kurang dari US$ 160 juta SSB yang akan jatuh tempo telah menciptakan lubang  besar didalam bank Century. Setelah Direktur Pengawasan Bank BI, Sdr Zainal Abidin melakukan enforcement kepada Bank Century, termasuk kepada Pemegang Saham, barulah kemudian praktek-praktek tidak sehat tersebut tidak lagi efektif untuk menutupi liubang didalam Bank Century.


Keempat, BI terindikasi kuat melakukan rekayasa agar Bank Century mendapat Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Bank Century sejak awal dapat terus bertahan hanya karena adanya keistimewaan yang diberikan pengawas dan Dewan Gubernur BI kepada bank ini. Upaya terakhir yang dilakukan untuk menyelamatkan bank ini oleh BI adalah pemberian FPJP. Pemberian FPJP Rp 689 milyar kepada Bank Century pada 14-18 November 2008 dilakukan BI dengan cara merubah persyaratan CAR bank penerima FPJP yang kuat diduga dilakukan untuk merekayasa agar Bank Century dapat memperoleh FPJP.


Pada 30 Oktober 2008 BC mengajukan permohonan repo aset sebesar Rp 1 trilyun ke BI, dan tidak pernah mengajukan FPJP. Posisi CAR BC per 30 September 2008 adalah 2,35% sehingga tidak memenuhi syarat CAR minimal 8% bagi bank penerima FPJP sesuai PBI No. 10/26/PBI/2008 tanggal 30 Oktober 2008. Dengan syarat CAR minimal 8%, hanya Bank Century satu-satunya bank yang tidak bisa mengakses FPJP. Per September 2008, CAR bank-bank lain berkisar antara 10,39%-476,34% dengan rata-rata CAR 34,6%. Pada 14 November 2008, PBI No. 10/26/PBI/2008 diubah menjadi PBI No. 10/30/PBI/2008 bahwa syarat minimal CAR bank penerima FPJP adalah positif, di tanda tangani Gubernur BI Pk. 11.00 dan dana FPJP tahap pertama untuk Bank Century keluar Pk. 20.40 di hari yang sama.
Pada 5 November 2008, RDG BI sebenarnya telah mengetahui bahwa surat berharga US$ 56 juta Bank Century macet, sehingga seharusnya CAR Bank Century anjlok dari 2,35% per 30 September 2008 menjadi -3,56% per 31 Oktober 2008. Namun surat berharga ini baru dimacetkan BI pada 20 November 2008 ketika Bank Century dibawa ke KSSK. Dengan demikian, sebelum pengucuran FPJP tanggal 14 November 2008 inipun CAR Bank Century telah negatif sehingga juga tidak memenuhi syarat CAR minimal positif sebagaimana diatur PBI No. 10/30/PBI/2008 tanggal 14 November 2008.


Kelima, Proses pemberian FPJP kepada BC mengandung banyak sekali kejanggalan yang diduga kuat dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Antara lain, fakta bahwa sejak tanggal 30 Oktober 2008 hingga pada saat pemberian FPJP, BC hanya mengajukan satu kali permohonan. Selain itu, Surat Edaran Bank Indonesia, yang merupakan pengaturan teknis mengenai Peraturan Bank Indonesia dan sekaligus juga menjadi dasar bagi proses pemberian FPJP, diberlakukan surut untuk meloloskan pemberian FPJP.   


Keenam,BI seharusnya dapat mengantisipasi terjadinya praktek manipulatif yang diduga kuat dilakukan oleh nasabah-nasabah besar BC dan pemegang saham BC. Diantaranya dengan membawa SSB  BC yang berkualitas untuk dijual dan memanfaatkan hasilnya untuk kepentingan pemegang saham, dimana pada akhirnya, kerugian yang ditimbulkan oleh perilaku PS ini harus ditutupi melalui dana PMS . Menurut temuan audit investigasi BPK nilai kerugian yang diakibatkan praktek tidak sehat (wrong doing) Pemegang Saham yang ditutupi melalui dana PMS adalah sebesar Rp 5.864,48 Miliar. SSB LROI sebanyak US$ 7,48 Juta dibawa oleh FGAH, US$ 13 Juta SSB UTS dibawa dan dikuasi oleh FGAH. Termasuk juga UTS yang oleh BI telah diperintahkan untuk dijual pada tanggal 4 November 2008 senilai US$ 41 Juta, telah dijual oleh pada tanggal yang sama sebesar US$38.66 Juta dan kemudian digunakan oleh PSP, diantaranya oleh FGAH sebagai jaminan kredit FGAH di DBSL sebesar US$ 30,28 Juta.   Selain itu, juga dilakukan dengan memecah dana deposan kedalam bentuk NCD sesuai dengan ketentuan penjaminan LPS. Setidak-tidaknya, Fraksi PKS menduga kuat praktek ini berhubungan dengan dua deposan besar BC yaitu BS dan AR,  melibatkan dana senilai Rp 560 Miliar, dalam 280 bentuk pecahan masing-masing sebesar Rp 2 Miliar. 

Ketujuh, diduga kuat telah terjadi pemberian informasi yang bertujuan untuk mempengaruhi keputusan rapat KSSK. Diantara upaya rekayasa tersebut adalah dengan melakukan perubahan surat dari Gubernur Bank Indonesia kepada ketua KSSK yang pada intinya melakukan perubahan terhadap tiga informasi penting menyangkut situasi BC. Pertama berkaitan dengan faktor penyebab negatifnya CAR BC. Dalam hal ini BI merubah isi surat dari draft awal yang dibuat oleh Direktur dan Dep. Direktur Pengawasan Bank I yang merupakan hasil analisis terhadap Neraca  BC per 30 Oktober 2008,  yang memuat informasi mengenai penggolongan SSB Valas senilai US$121 juta yang default hingga tanggal 3 November 2008 dirubah menjadi US$ 76 Juta yang default hingga tanggal 20 November 2008. Kedua, dengan merubah biaya yang harus dikeluarkan untuk mencapai CAR 8% dari sebelumnya sebesar Rp. 1.770 Miliar menjadi sebesar Rp 632 Miliar.


Kedelapan, penetapan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik oleh KSSK semata-mata didasarkan pada pertimbangan psikologis. Proses penyelamatan Bank Century oleh BI dan KSSK dilakukan dalam beberapa kali rapat yaitu rapat tanggal 14, 17, 18, 19, 21 dan 24 November 2008. Dengan demikian, kondisi dan permasalahan Bank Century secara keseluruhan telah diketahui oleh KSSK sebelum rapat tanggal 21 November 2008. Dalam rapat-rapat tersebut, terungkap bahwa hasil stress test bank Indonesia terhadap situasi perbankan nasional tidak menunjukkan adanya korelasi langsung dengan situasi BC yang dianggap dapat mengancam perbankan nasional. Dengan melakukan pembandingan antara dokumen dan analisis terhadap kemungkinan dampak sistemik BC dengan dokumen dan analisis dokumen terhadap Bank Indover yang dimiliki BI di Belanda yang juga dianggap dapat berdampak sistemik. Termasuk dengan memperhatikan analisis LPS terhadap pilihan kebijakan atas BC yang menyarankan apabila bank ini diserahkan penanganannya kepada LPS sebagai Bank Gagal, maka LPS akan memilih untuk menutupnya. Hal yang sama juga telah disarankan oleh Narasumber dalam rapat-rapat tersebut yang menyarakan agar BC di tangani dengan mempergunakan pasal 37 Undang-Undang Perbankan yang intinya mengatur tentang likuidasi bank.

Kesembilan, dalam proses pembahasan dan pengambilan keputusan terhadap Bank Century, baik pihak BI maupun pihak Departemen Keuangan secara sengaja menutup-nutup informasi terkait BC dan langkah-langkah kebijakan yang diambil kepada Presiden/Wkl. Presiden RI. Hal ini diduga kuat terkait dengan perselisihan pandangan antara pihak-pihak yang merupakan anggota KSSK dengan Wakil Presiden RI yang melaksanakan tugas sehari-hari Presiden RI sepanjang periode antara tanggal 13 November s/d 25 November berkaitan  dengan kebijakan untuk menghadapi situasi perekonomian dunia. Hal ini dapat dilihat secara jelas dalam rapat kabinet terbatas bidang ekonomi dikantor Wakil Presiden RI pada tanggal 20 November pkl 16.00 yang tidak memberikan informasi apapun berkaitan dengan Bank Century. 

Kesepuluh, keberadaan sejumlah deposan BUMN dan Yayasan Kesejateraan Karyawan BI, Yayasan Kesejahteraan Karyawan BRI, eksposure Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan besarnya dana deposan BS didalam Bank Century juga merupakan faktor-faktor penting yang mempengaruhi penanganan BC. Teleconference tanggal 13 November 2008 dan dokumentasi surat pertama Gubernur BI pada tanggal 20  November 2008 menunjukkan besarnya concern dan dampak yang ditimbulkan oleh pihak-pihak tersebut, terutama jika BC dinyatakan Bank Gagal yang Tidak Berdampak Sistemik.


Kesebelas, keberadaan Komite Koordinasi (KK) berikut hubungan tugas dan fungsinya dengan KSSK patut diduga tidak memiliki dasar hukum yang kuat sehingga proses penanganan Bank Gagal Berdampak Sistemik oleh LPS berupa Penyertaan Modal Sementara kepada BC sebesar Rp 6.762,36 Miliar juga dapat diragukan keabsahannya. Diantara persoalannya adalah tidak adanya pengaturan hubungan antara KK dengan KSSK baik itu didalam Perpu No.4 tentang JPSK maupun didalam UU No.24 Tahun 2004 tentang LPS. Saksi-saksi sepanjang proses pemeriksaan tidak dapat menunjukkan adanya rapat yang menunjukkan berfungsinya KK sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 1 ayat (9) UU No 24 tahun 2004 Jo. Pasal 5 ayat (2) huruf c pada bagian penjelasan.


Dalam Perppu No. 4/2008 tentang JPSK, penyerahan bank gagal dilakukan secara langsung dari KSSK ke LPS. Padahal berdasarkan UU No. 24/2004 tentang LPS, LPS hanya melakukan penanganan bank gagal berdampak sistemik setelah diserahkan oleh Komite Koordinasi. Pembentukan Komite Koordinasi mengacu pada UU No. 24/2004 tentang LPS dan tata caranya berdasarkan pada UU No. 3/2004 tentang BI.


Keduabelas, LPS tidak melakukan ketentuan pasal 41 ayat (1) UU No 24/2004 tentang LPS yang menyebabkan seluruh kerugian yang ditimbulkan oleh pemegang saham dan/atau manajemen BC yang lama menjadi tanggungan LPS. Apabila LPS melakukan hal ini, maka pembengkakan biaya penanganan datau Penyertaan Modal Sementara (PMS) LPS tidak akan terjadi. Pengabaian ini telah menyebabkan Pemegang Saham Pengendali memperoleh manfaat berupa pengambilalihan resiko kerugian yang seharusnya ditanggung PSP menjadi resiko kerugian yang ditanggung oleh LPS.

Ketigabelas, terdapat penambahan biaya penanganan berupa PMS LPS di BC yang tidak dibahas secara lengkap dengan Komite Koordinasi. Terdapat satu tambahan PMS yaitu PMS kedua sebesar Rp 2.201,00 miliar yang ditetapkan pada tanggal 5 Desember 2008, yang tidak dibahas dengan KK.  


Selain itu, terdapat tambahan biaya penanganan berupa Penyertaan Modal Sementara LPS yang tidak dibahas secara lengkap dengan Komite Koordinasi. Penyaluran dana PMS setelah 18 Desember 2008 sebesar Rp 2,88 trilyun juga tidak memiliki dasar hukum karena DPR telah menolak Perppu No. 4/2008 tentang JPSK pada 18 Desember 2008. Selain itu LPS juga tidak melakukan menetapkan perkiraan besarnya biaya penanganan.

Keempatbelas, LPS telah membiarkan terjadinya konversi NCD menjadi CD yang dilakukan oleh dua orang deposannya, kendati proses tersebut dilakukan oleh manajemen lama dengan cara yang patut diragukan dan diduga berpotensi menjadi tidak pidana sebesar 560 Miliar. Sekalipun NCD merupakan sertifikat kepemilikan atas unjuk yang dapat diperdagangkan, namun sudah sepatutnya LPS melakukan penelitian mendalam terhadap persoalan ini agar tidak menimbulkan implikasi hukum yang lebih rumit.

Pimpinan dan anggota pansus yang terhormat, serta hadirin yang kami hormati,
Pandangan kami terhadap hasil pemriksaan pansus tersebut diatas, bukanlah merupakan upaya untuk memojokkan, mengorbankan pihak-pihak tertentu, melainkan bertujuan untuk menempatkan secara proporsional berbagai fakta temuan berikut subjek yang terkait dengan temuan. Berdasarkan temuan-temuan di atas, maka Fraksi PKS membuat kesimpulan sementara sebagai berikut:


Pertama, selama proses Pansus Angket DPR RI ini berjalan, terungkap fakta bahwa keberadaan Bank Century  telah memiliki dan membawa masalah sejak sebelum dilakukannya proses merger terhadap tiga Bank yakni Pikko, Danpac dan CIC, namun Bank Indonesia tetap memberikan izin merger padahal tak memenuhi persyaratan.


Kedua, terkait kejahatan perbankan dan kelemahan dalam fungsi pengawasan perbankan, BI diduga melanggar undang-undang tentang Bank Indonesia dan peraturan BI dengan membiarkan praktek perbankan tersebut tetap berjalan sehingga nasabah dirugikan. Karena itu, Fraksi PKS memandang penting agar segera dibentuk OJK (Otoritas Jasa Keuangan) sebagai lembaga pengawas sektor keuangan, dan di saat yang sama dilakukan pembenahan internal yang mendasar di BI. Selain itu, DPR dan Pemerintah agar menetapkan OJK sebagai lembaga ad-hoc yang selama masa tugasnya berkewajiban melakukan koordinasi yang intensif antara otoritas moneter (BI) dan otoritas perbankan (OJK) untuk pengelolaan moneter dan nilai tukar.


Ketiga, Bank Century (BC) sejak awal dapat terus bertahan hanya karena adanya keistimewaan yang diberikan pengawas dan Dewan Gubernur BI kepada bank ini. Upaya terakhir yang dilakukan untuk menyelamatkan bank ini oleh BI adalah pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP). Pemberian FPJP Rp 689 milyar, yang kemudian membengkak menjadi 6,7 triliun kepada BC pada 14-18 November 2008 dilakukan BI dengan cara merubah persyaratan CAR bank penerima FPJP yang patut diduga dilakukan untuk merekayasa agar BC dapat memperoleh FPJP.

Keempat, keberadaan Undang Undang Bank Indon esia maupun Undang Undang tentang Lembaga Penjamin Simpanan tidak memiliki ketentuan yang secara tegas mengatur tentang sanksi yang bisa diberikan bagi pejabat  BI dan/atau LPS manakala tidak melakukan tugasnya sebagaimana diatur Undang Undang tersebut. Hal ini menjadikan potensi terjadinya penyimpangan sangat tingi, karena norma-norma yang tertulis tersebut tidak dilengkapi dengan pranata punishment yang tegas dan jelas bagi yang melanggarnya (Lex Imperfecta). Atas dasar hal tersebut, Fraksi PKS juga berpandangan perlunya dilakukan amandemen terhdap kedua Undang Undang tersebut.


Kelima, mempertimbangkan bahwa dimensi kasus Bank Century ini terkait dengan persoalan kebijakan, indikasi perbuatan kriminal, dan indikasi tindak pidana korupsi yang melibatkan banyak pihak , maka adalah penting menindaklanjuti temuan-temuan Pansus Angket Kasus Bank Century tersebut oleh penegak hukum,  karena secara normatif, proses hukum bisa dijadikan dasar dalam mengambil tindakan politik lebih lanjut.


Demikian pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera terkait Pansus angket tentang pengusutan kasus Bank Century. Atas perhatian dan kesabaran Bapak/Ibu mendengarkan pandangan Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, kami ucapkan terima kasih.


Wabillahi taufiq wal hidayah
Wassalaamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Jakarta, 23 Safar 1431 H                                                                 
            8 Februari 2010

PIMPINAN FRAKSI
PARTAI KEADILAN SEJAHTERA DPR-RI

Ketua,                                                           Sekretaris,

 


MUSTAFA KAMAL, SS                          ZUBEIR SYAFAWI, SHI
No. Anggota :  A-53                                    No.Anggota :  A-77

 

LAMPIRAN

DUGAAN PELANGGARAN-PELANGGARAN DALAM KASUS BANK CENTURY

Berdasarkan hasil investigasi awal dengan menggunakan Hasil Pemeriksaan Investigatif yang diperoleh dari BPK dan dokumen lainnya serta pemeriksaan para saksi dan ahli dapat diindikasikan telah terjadi kecurangan dan penyimpangan-penyimpangan sebagai berikut:


Penyimpangan Bank CIC Sebelum Merger dengan Bank Danpac dan Bank Pikko menjadi Bank Century :
1. Bank CIC memberikan kredit melalui penerbitan 3 L/C dengan beneficiary dan transaksi fiktif sebesar US$ 19,3 juta dan memberikan kredit sebesar US$ 16 juta dengan jaminan deposito palsu, serta melakukan negosiasi international money order palsu senilai US$ 1 juta.
2. Terjadi penyimpangan pada Bank CIC dalam pembelian SSB CLN Hypovereins Bank senilai USD25 juta yang melibatkan Chinkara Capital.
3. Fasilitas penyediaan dana L/C GSM-102 sebesar US$ 33,58 juta dan penjaminan promes nasabah senilai US$ 30,34 juta tidak dicatat dalam pembukuan Bank CIC.
4. Membukukan pendapatan provisi L/C GSM-102 yang tidak riil sebesar US$ 17,8 juta (Rp203,6 M).
5. Pada Januari 1999 membukukan pendapatan valas tidak riil sebesar Rp 13,4 miliar dengan cara mendebit uang muka biaya renovasi gedung fiktif.
6. Terdapat indikasi Bank CIC turut terkait dalam rencana penyelewengan Dana Penjaminan PL-416 B yang dapat merugikan negara sebesar USD17,28 juta. Modusnya dilakukan melalui penerbitan tiga L/C untuk INKOPTI, INKUD, dan IKKU DMI dengan beneficiary dan transaksi fiktif senilai USD24 juta. Kasus ini merupakan tindak pidana yang sebagiannya telah diproses hukum yang digelar di Kejaksaan Tinggi Jakarta pada tahun 2002.
7. Terdapat Penyimpangan terhadap SK Direksi BI No.32/51/KEP/DIR tanggal 14 Mei 1999 tentang Persyaratan dan Tata Cara Merger, Konsolidasi, dan Akuisisi Bank Umum dalam Pemberian izin prinsip kepada Chinkara Capital untuk melakukan Akuisisi, dengan tidak memenuhi persyaratan, sebagai berikut:
a. Rancangan akuisisi belum dipublikasikan dalam surat kabar karena proses setoran modal telah dilakukan terlebih dahulu oleh investor.
b. Chinkara baru didirikan tanggal 8 Oktober 1999 sehingga tidak dapat menyampaikan laporan keuangan tiga tahun buku terakhir.
c. Rekomendasi dari instansi berwenang di negara asal tidak secara jelas memberikan informasi mengenai performance perusahaan tersebut (Chinkara).
8. Izin akuisisi tanggal 21 Nopember 2001 diberikan oleh BI dengan mempersyaratan agar Chinkara melakukan merger terhadap Bank Pikko, Bank Danpac, dan Bank CIC selanjutnya Chinkara diminta berjanji untuk memperbaiki bank, mencegah terulangnya tindakan bank yang melawan hukum, serta mencapai dan mempertahankan CAR 8%.
9. Pada kenyataannya Bank Indonesia tidak meminta Chinkara untuk membuat pernyataan dan berjanji sebagaimana arahan RDG tanggal 21 Nopember 2001. Selanjutnya yang terjadi adalah penyimpangan yang terus berlanjut dari Bank CIC dimana Chinkara Capital memiliki Saham dengan melibatkan pemiliknya. Hal ini terlihat dari penyimpangan dari komitmen tersebut yang terlihat dari :
a. Kinerja Bank ternyata tidak menunjukkan perbaikan karena sejak 26 Maret 2002 sampai dengan September 2002 dan kemudian diperpanjang sampai dengan Desember 2002 dikategorikan sebagai bank yang masuk dalam SSU.
b. Masih terjadi tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh Bank CIC berupa :
i. rekayasa akuntansi dalam rangka "Window Dressing" atas Surat-surat Berharga (SSB) berupa CLN-ROI Loan (dicatat 100% padahal perolehannya 62,67%) dan US Treasury Strip (dicatat 100% padahal perolehannya 60,97%).
ii. Penempatan pada SSB CLN-ROI yang non rating dan tidak diperdagangkan secara umum, serta hampir seluruhya dibeli melalui Chinkara sehingga dikategorikan macet oleh pemeriksa sebesar USD127 juta. Di antara penempatan pada SSB sebesar USD50 juta diatas, merupakan SSB fiktif yang dibeli dalam rangka pemberian kredit kepada Chinkara.
iii. Adanya Biaya-biaya fiktif yang dikeluarkan oleh Bank CIC berjumlah Rp15.845 juta dan USD1,05 juta.
iv. Pemberian kredit dan Letter of Credit (L/C) fiktif dengan total sebesar Rp727.911 Juta dan USD 91,79 juta.
v. Terdapat indikasi Bank CIC turut berperan dalam rencana penyelewengan Dana Penjaminan PL-416 B yang dapat merugikan negara sebesar USD17,28 juta.
c. Chinkara tidak dapat sepenuhnya mencapai dan mempertahankan CAR 8% sejak diputuskan izin prinsip pada RDG tanggal 21 Nopember 2001 sampai kembali secara intensif dibicarakan permasalahan merger oleh DSG (AN) dan DG (AP) pada tanggal 14 April 2004.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam proses merger 
10. Agar dapat dilakukan merger sementara kondisi Bank CIC masih mengalami permasalahan terkait dengan SSB, maka cara yang digunakan, sebagaimana usulan SAT, diantaranya adalah:
a. merekayasa kategori SSB yang semula dianggap macet menjadi SSB lancar sesuai rekomendasi KEP di Bali. Rekomendasi KEP ini hanya disampaikan SAT kepada DGS (AN) dan DG (AP) serta tidak dibawa ke RDG.
b. Melakukan Judgement terhadap LHP.
c. Penundaan pengenaan sanksi fit and proper walau sudah diketahui adanya keterlibatan Chinkara Capital dalam pembelian SSB Fiktif senilai US$50 juta.
11. Permintaan Modal tambahan sebesar US$30juta yang diminta BI dalam rapat tanggal 16 April 2004 tidak sesuai komitmen karena ternyata tidak dilakukan oleh Chinkara Capital tetapi oleh Klaas Consultant.
12. Selain itu ternyata dana tersebut dapat digunakan untuk menyelesaikan permasalahan aktiva produktif bank Pikko berupa SSB MTN Dresdner senilai US$32 juta dengan harga US$9,360,000.00. Dengan demikian dana yang diserahkan sebagai standby capital adalah US$20,640,000.00.
13. Adanya manipulasi informasi yang dilakukan dalam melakukan simulasi proforma CAR bank hasil merger dimana tidak pernah dilakukan financial due dilligence oleh KAP DMR sebagai dasar simulasi
14. Dengan demikian pada saat akuisisi dan merger terdapat penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh pemilik dan atau management serta para pihak terkait yang diketahui oleh Bank Indonesia.

Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi Pasca Merger menjadi Bank Century
15. Pada posisi 28 Februari 2005, modal bank menurut pemeriksa BI adalah sebesar negatif Rp2.944.958 juta dengan CAR sebesar negatif 132,58%.
16. Posisi Devisa Neto (PDN) keseluruhan telah melanggar ketentuan maksimum 20% yaitu mencapai 546,49% untuk PDN neraca dan 432,64% untuk PDN keseluruhan.
17. Pelanggaran dan pelampauan BMPK atas SSB valas masing-masing sebesar 713,31%.
18. Bank mengalami negative spread terutama disebabkan adanya penanaman dana yang cukup besar dalam SSB valas dengan kualitas rendah (private placement dan tidak memiliki notes rating).
19. Pengumpulan dana masyarakat melalui penjualan investasi dana tetap yang tidak terdaftar di pasar modal oleh PT Antaboga Deltasekuritas Indonesia (PT ADS). PT ADS adalah pemegang saham BC dengan kepemilikan sebesar 7,96% dari modal saham yang disetor.
20. Menggolongkan SSB valas berkualitas rendah dalam golongan lancar dengan membuat skema AMA, walaupun tidak dibuktikan dengan surat konfirmasi kepada BI mengenai keberadaan Cash Collateral sebesar US$220juta dan tanpa surat kuasa pencairan cash collateral.
21. SSB valas (US Treasury Strips/UTS, Certificate Deposit/CD, dan Credit Linked Notes/CLN) sebesar USD135.72 juta masih disimpan di First Gulf Asia Holding Limited (FGAH) yang tidak memiliki ijin sebagai kustodian, sehingga tidak sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan bank menghadapi risiko kerugian apabila FGAH tidak mengembalikan SSB valas tersebut kepada bank.
22. Terdapat pelanggaran Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) sebesar 188,48% karena pembelian berbagai Certificate of Deposit senilai US$149 juta.
23. Selain itu, terdapat pelampauan BMPK sebesar 5,17% karena pemberian kredit kepada PT Central Kuta.
24. Terdapat transaksi penjualan SSB valas secara outright sebesar USD25 juta kepada First Bank of Middle East (FBME), Cyprus, yang tidak dapat diyakini kebenarannya.
25. Bank mengakui pendapatan akrual bunga dari SSB valas, bukan pendapatan bunga secara tunai, sebesar Rp204,82 miliar pada 30 Juni 2008 dan menjadi Rp300,54 miliar pada September 2008, yang seharusnya baru dapat dibukukan setelah bank mendapatkan pembayaran tunai.
26. Letter of Commitment (LOC) tanggal 4 Oktober 2005 mengungkapkan janji PSP (HAW) dan pemegang saham mayoritas, RAR, menyatakan bahwa SSB valas milik BC sebesar USD116.08 juta dipegang oleh FGAH (dulunya Chinkara Capital, Limited) dan menyetujui untuk membantu menjualkan SSB valas milik BC senilai USD246.08 juta paling lambat tanggal 31 Desember 2005. Sampai dengan tanggal 22 Desember 2005, PSP belum dapat merealisasikan komitmen tersebut sehingga Direktur DPwB1, RS, dengan surat No.7/121/DPwB1/PwB11/Rahasia tanggal 22 Desember 2005 meminta PSP BC untuk segera merealisasikan komitmennya selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 2005.
27. Sampai dengan tanggal 31 Desember 2005, komitmen PSP sesuai LOC tidak terealisasi, namun ternyata pengawas BI tidak menggolongkan SSB valas tersebut sebagai macet, tidak membentuk PPAP 100%, dan tidak menempatkan BC "dalam pengawasan khusus", sebagaimana disposisi DpG SCF tanggal 26 Desember 2005. Rusli Simanjuntak beralasan khawatir akan menjadikan kondisi Bank semakin memburuk jika dimasukkan ke dalam SSU padahal ini bertentangan dengan peraturan BI.
28. Sehubungan dengan tidak terealisasinya komitmen PSP untuk menjual SSB valas sampai dengan tanggal yang disepakati (31 Desember 2005), maka pada tanggal 26 Januari 2006 telah dilakukan pertemuan antara BI dan PSP serta pengurus BC dengan kesepakatan sebagai berikut:
29. PSP akan mengembalikan US Treasury Strip senilai USD70 juta ke BC paling lambat tanggal 28 Februari 2006.
30. Pemegang saham akan melakukan injeksi modal sebesar Rp250 miliar pada bulan Maret/April 2006 dan sebesar Rp250 miliar pada September/Oktober 2006 untuk menyelesaikan permasalahan modal (akibat negative spread).
31. PSP dan pengurus bank harus mengajukan proposal Asset Management Agreement/AMA (USD203,4 juta) ke BI paling lambat tanggal 30 Januari 2006.
32. Skema AMA belum memenuhi persyaratan cash collateral karena penempatan dana tidak pada prime bank, belum ada bukti pemblokiran rekening, dan surat kuasa pencairan cash collateral sesuai yang ditetapkan dalam PBI No.7/2/PBI/2005 tanggal 20 Januari 2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum. Meskipun SSB valas tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagai aktiva produktif yang dijamin dengan agunan tunai, ternyata pengawas BI dalam menghitung CAR bank tetap menilai SSB valas bermasalah tersebut tergolong lancar dan tidak perlu dibentuk PPAP.
33. Karena tidak terpenuhi persyaratan dalam Skema AMA, maka pada tanggal 24 September 2007 telah dilakukan pertemuan antara BI dan BC untuk membahas hasil pemeriksaan posisi 31 Maret 2007 dan penyelesaian permasalahan SSB valas melalui Asset Sales and Purchase Agreement (ASPA).
34. Skema ASPA ini ternyata sampai dengan November 2008 tidak dapat berjalan, karena TTH tidak dapat menempatkan dana deposito di kantor cabang bank asing di Jakarta sehingga tidak memenuhi persyaratan cash collateral. sehingga SSB valas bermasalah tersebut tidak memenuhi persyaratan sebagai aktiva produktif yang dijamin dengan agunan tunai dan tidak dapat ditetapkan sebagai aktiva produktif dengan kualitas lancar.
35. Dana Kas Valas digunakan untuk keperluan pribadi Dewi Tantular yang ditarik secara bertahap mulai dari bulan Januari 2008 s.d. tanggal 13 November 2008 melalui transaksi Bank Notes dan jual beli valas dalam mata uang Dolar Amerika (USD) dan Dolar Singapura (SGD), sehingga jumlah penggelapan dana terakumulasi menjadi sebesar USD18,000,000 dan ditutup dengan dana yang berasal dari pencairan deposito nasabah milik Budi Sampurna.

Penyimpangan dalam Proses Pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP)
36. Permohonan Repo Aset BC Ditindaklanjuti dengan Proses Pemberian FPJP oleh BI.
37. Bank Century Terindikasi Menyampaikan Informasi Car Yang Manipulatif Kepada Bank Indonesia
38. Indikasi Rekayasa Perubahan PBI No.10/26/PBI/2008 Tanggal 30 Oktober 2008 Tentang FPJP Bagi Bank Umum Menjadi PBI No.10/30/PBI/2008 Tanggal 14 Nopember 2008.
39. Rekayasa Bank Indonesia Agar FPJP Kepada Bank Century Dapat Dicairkan Pada Tanggal 14 Nopember 2008
40. Bank Indonesia Menyetujui Permohonan Bank Century Untuk Mendapatkan FPJP Yang Tidak Memenuhi Persyaratan Dan Tanpa Melakukan Penelitian
41. Walaupun Telah Mengetahui Bahwa CAR Bank Century Pada Tanggal 14 Nopember 2008 Negatif Bank Indonesia Tetap Memberikan Fasilitas FPJP
42. Pencairan FPJP Senilai Rp689.394 Juta yang Dikucurkan dalam Tiga Tahap oleh Bank Indonesia kepada Bank Century Tidak Sah.
43. Pengawasan Bi Lewat On Site Supervision Atas Bank Century Tidak Berjalan karena Terjadi Pembayaran Kepada Dana Pihak Terkait Setelah FPJP Diberikan

Penyimpangan dalam Proses Penetapan Bank Century sebagai Bank Gagal dan Berdampak Sistemik dan Pengananan oleh Lembaga Penjamin Simpanan
44. Pengujian Bank Indonesia Atas Kondisi Bank Century Untuk Ditetapkan Sebagai Bank Gagal Tidak Memadai.
45. Konspirasi Dewan Gubernur Bank Indonesia Dalam Merekayasa Penetapan Bank Century Yang Tidak Berdampak Sistemik Sebagai Bank Yang Berdampak Sistemik
46. Surat Gubernur Bank Indonesia Yang Disampaikan Kepada KSSK Perihal Penetapan Status Bank Gagal dan Ditengarai Berdampak Sistemik Patut Diduga Telah Diintervensi.
47. Perhitungan Biaya Penanganan Bank Century Oleh Bank Indonesia Tidak Menggunakan Data Mutakhir Dan Tidak Sesuai Ketentuan Guna Mempengaruhi Pengambilan Keputusan KSSK.
48. Patut Diduga KSSK Menetapkan Bank Century Sebagai Bank Gagal Berdampak Sistemik Dengan Melanggar Ketentuan Perpu Nomor: 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan.
49. Penanganan Bank Century Melibatkan Komite Koordinasi Yang Fiktif
50. Tata Cara Penyerahan Dan Penanganan Bank Century Sebagai Bank Gagal Dan Berdampak Sistemik Tidak Mematuhi Ketentuan Hukum Yang Berlaku
51. LPS tidak melaksanakan ketentuan Pasal 6 ayat 1 PLPS No.5/PLPS/2006 perihal Penetapan Bank Gagal yang Berdampak Sistemik terkait perhitungan dan penetapan perkiraan biaya penanganan.
52. Terdapat penambahan biaya penanganan berupa PMS LPS di BC yang tidak dibahas secara lengkap dengan Komite Koordinasi.
53. Terdapat satu tambahan PMS yaitu PMS kedua sebesar Rp2.201,00 miliar yang ditetapkan pada tanggal 5 Desember 2008, yang tidak dibahas dengan KK
54. Penyaluran dana PMS kepada BC setelah tanggal 18 Desember 2008 yaitu setelah Perppu No.4 Tahun 2008 ditolak oleh DPR  sebesar Rp2.886,22 miliar karena tidak memiliki dasar hukum

 

 



Yahoo! Mail Kini Lebih Cepat dan Lebih Bersih. Rasakan bedanya sekarang!

You Might Also Like

0 komentar: