Pena Iwan
Sultan ke II Kesultanan Bima Sultan Abil Khair Sirajuddin (Ruma Ta Mantau Uma Jati) dilahirkan pada bulan Ramadhan 1038 H (± April 1627 M). Beliau menikah dengan saudari Sultan Hasanuddin Kesultanan Makassar yang bernama Karaeng Bonto Je’ne . Sultan Abil Khair Sirajuddin banyak melahirkan terobosan-terobosan dan ide-ide baru dalam memajukan agama, politik, ekonomi dan social budaya di Kesultanan Bima. Salah satunya untuk meningkatkan pemerintahan beliau mengadakan penyempurnaan struktur “ Lembaga Sara Dana Mbojo” menjadi “ Majelis Lengkap” dengan mendirikan Lembaga Sara Hukum. Sejak saat itu struktur pemerintahan Kesultanan Bima terdiri dari “ Sara-Sara” yang di Pimpin Ruma Bicara (perdana menteri), “Sara Tua” yang dipimpin oleh Sultan dan “ Sara Hukum” yang dipimpin oleh Qadi. Beliau di Makamkan dipemakaman Tolobali.
Sultan ke III Kesultanan Bima Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah yang bergelar Ruma Ma Wa’a Paju (Beliau yang pertama-tama mempopulerkan payung jabatan yang berwarna kuning terkenal dengan Paju Monca) wafat pada tanggal 15 Ramadhan 1099 H (± 22 Juli 1687 M)di makamkan di Komplek pemakaman Tolobali berdampingan dengan makam ayahnya Sultan Abil Khair Sirajuddin
Pada tanggal 3 Ramadhan (± 13 September 1714 M) Sultan ke V Kesultanan Bima Sultan Hasanuddin Muhammad Syah ( Ma Wa’a Bou ) menikah dengan Karaeng Bisampole. Di beri gelar Ma Wa’a Bou karena beliau mencetus ide-ide baru terutama dalam politik pemerintahan dan metode dakwah. Beliau wafat pada tanggal 14 Rajab 1145 H (± 23 Januari 1931 M) dan dimakamkan di Halaman Masjid Kesultanan Bima (Pemakaman Kampo Sigi).
Pada tanggal 1 Ramadhan 1234 H (± Juni 1819 M) wafat Sultan Abdul Hamid putera Sultan Abdul Kadim. Sultan ke VIII Kesultanan Bima ini bergelar Mantau Asi Saninu karena beliau bermukim di istana yang di hiasi dengan cermin. Dimakamkan di Halaman Masjid Kesultanan Bima (Pemakaman Kampo Sigi). Pada 11 April 1815 terjadi letusan Gunung Tambora yang sangat dahsyat melenyapkan Kerajaan Pekat dan Tambora yang berada disekitarnya, dan juga memiliki efek global dengan musim dingin berkepanjangan di Eropa.
PERISTIWA BERSEJARAH KESULTANAN BIMA DI BULAN RAMADHAN
Ramadhan adalah
bulan suci yang penuh dengan kemuliaan bagi ummat Islam diseluruh Dunia. Pada
bulan penuh keberkahan ini banyak peristiwa-peristiwa bersejarah yang terjadi
dalam perjalanan Islam dan Ummat Islam, tentunya juga Kesultanan Bima.
Kesultanan Bima merupakan salah satu poros penting penyebaran Islam dan
perlawanan terhadap penjajah di Indonesia Timur bersama dengan Kesultanan
lainnya : Kesultanan Makassar, Gowa, Ternate dan Tidore.
Sejarah mencatat
beberapa peristiwa penting dalam perjalanan kesultanan Bima yang bediri sejak
tanggal 15 Rabi’ul Awal 1050 H atau 5 Juli 1640 M (beratus ratus tahun
sebelumnya berbentuk Kerajaan Bima) di Ujung Timur Pulau Sumbawa Nusa Tenggara Barat
ini terjadi di Bulan Ramadhan yang kemudian mempengaruhi warna dan dinamika
kesultanan ini.
Beberapa
peristiwa penting dan bersejarah Kesultanan Bima yang terjadi pada Bulan
Ramadhan yang berhasil kami catat antara lain :
Sultan ke II Kesultanan Bima Sultan Abil Khair Sirajuddin (Ruma Ta Mantau Uma Jati) dilahirkan pada bulan Ramadhan 1038 H (± April 1627 M). Beliau menikah dengan saudari Sultan Hasanuddin Kesultanan Makassar yang bernama Karaeng Bonto Je’ne . Sultan Abil Khair Sirajuddin banyak melahirkan terobosan-terobosan dan ide-ide baru dalam memajukan agama, politik, ekonomi dan social budaya di Kesultanan Bima. Salah satunya untuk meningkatkan pemerintahan beliau mengadakan penyempurnaan struktur “ Lembaga Sara Dana Mbojo” menjadi “ Majelis Lengkap” dengan mendirikan Lembaga Sara Hukum. Sejak saat itu struktur pemerintahan Kesultanan Bima terdiri dari “ Sara-Sara” yang di Pimpin Ruma Bicara (perdana menteri), “Sara Tua” yang dipimpin oleh Sultan dan “ Sara Hukum” yang dipimpin oleh Qadi. Beliau di Makamkan dipemakaman Tolobali.
Sultan ke III Kesultanan Bima Sultan Nuruddin Abubakar Ali Syah yang bergelar Ruma Ma Wa’a Paju (Beliau yang pertama-tama mempopulerkan payung jabatan yang berwarna kuning terkenal dengan Paju Monca) wafat pada tanggal 15 Ramadhan 1099 H (± 22 Juli 1687 M)di makamkan di Komplek pemakaman Tolobali berdampingan dengan makam ayahnya Sultan Abil Khair Sirajuddin
Pada tanggal 3 Ramadhan (± 13 September 1714 M) Sultan ke V Kesultanan Bima Sultan Hasanuddin Muhammad Syah ( Ma Wa’a Bou ) menikah dengan Karaeng Bisampole. Di beri gelar Ma Wa’a Bou karena beliau mencetus ide-ide baru terutama dalam politik pemerintahan dan metode dakwah. Beliau wafat pada tanggal 14 Rajab 1145 H (± 23 Januari 1931 M) dan dimakamkan di Halaman Masjid Kesultanan Bima (Pemakaman Kampo Sigi).
Pada tanggal 1 Ramadhan 1234 H (± Juni 1819 M) wafat Sultan Abdul Hamid putera Sultan Abdul Kadim. Sultan ke VIII Kesultanan Bima ini bergelar Mantau Asi Saninu karena beliau bermukim di istana yang di hiasi dengan cermin. Dimakamkan di Halaman Masjid Kesultanan Bima (Pemakaman Kampo Sigi). Pada 11 April 1815 terjadi letusan Gunung Tambora yang sangat dahsyat melenyapkan Kerajaan Pekat dan Tambora yang berada disekitarnya, dan juga memiliki efek global dengan musim dingin berkepanjangan di Eropa.
Setiap
peristiwa bukan sekedar kejadian yang berlangsung begitu saja, namun memiliki
banyak pelajaran dan hikmah yang bisa dipetik bagi mereka yang berpikir sebagai
bekal bertindak hari ini dan esok.
9 Ramadhan 1438 H / 4 Juni 2017 M
IWAN Wahyudi
Sumber Pustaka/Referensi :
Iwan Wahyudi, 2010. Sejarah Masuknya Islam di Pulau Sumbawa. Makalah.
M.
Fachrir Rahman, 2012. Islam di Nusa
Tenggara Barat Proses Masuk dan Penyebarannya. Alam Tara Institute, Mataram.
M. Hilir
Ismail, 2004. Peran Kesultanan Bima dalam
Perjalanan Sejarah Nusantara. Penerbit Lengge, Mataram.
M. Hilir
Ismail, 2006. Kebangkitan Islam di Dana
Mbojo ( Bima) (1540-1950). Penerbit CV. Binasti, Bogor.
Klarifikasi sebagaimana diberitakan dan dimuat di Youtube itu bukan pada substansi yang sebenarnya, apalagi sudah ada framing “para Tuan Guru NU yang mendatangi”.
BalasHapusMerasa para kiai NU di NTB dimanfaatkan oleh media yang baru diregistrasikan di Jogjacamp pada 3 Mei 2017 itu, aktivis muda NU menyebutframing pemberitaan situs abal-abal sebagai suul adab.
“Astaghfirullah. Dalam keterangan gambar TGH Turmudzi sowan ke pendopo Gubernur. Siapa yang sangat suul adab menyetting ini. Presiden Jokowi saja sowan ke al-Mukarrom TGH Turmudzi,” ujar Ustadz T.R dalam sebuah diskusi terbatas, Ahad (08/04/2018).
“Masa kiai/ulama sepuh diberitakan seperti itu?” Ujar AM, yang menangapi respon T.R, tidak terima framing media belum genap berusia satu tahun itu.
Selengkapnya: TGB Zainul Majdi yang "Habisi" Orang-Orang NU, Bukan Cerita Baru di NTB
BalasHapuspengen nyoba maen kesana Wisata,,seru banget kelihatannya
kalau ke jogja jangan lupa kunjungi kami Rental Mobil Jogja
Artikelnya sangat bagus, Sudah Di Shared
BalasHapusCoba baca juga artikel menarik lainnya :
Agen SBOBET
Parlay Bola Jalan
Agen Poker IDN
Casino GD88
DAFTAR CASINO GD88