Artikel Membumikan Islam di 'Negeri' Pancasila

23.32.00 Iwan Wahyudi 0 Comments

Membumikan Islam di 'Negeri' Pancasila

Oleh: Asrir Sutanmaradjo

Dalam bidang optik, sesuatu objek bisa saja terlihat berbeda-beda, tergantung dari latar (faktor sikon disekitarnya). Adakalanya disebabkan karena adanya bias (pembiasan), deviasi (penyimpangan, pembelokan), depresiasi (penurunan).

Dalam bidang Psikologi pun sesuatu objek bisa terlihat berbeda-beda, tergantung dari latar (faktor sikon disekitarnya yang mempengaruhinya) dan dari cara, sikap pandang si pengamat (observer) sendiri. Persepsi, observasi, evaluasi, pengamatan, penilaian seseorang terhadap sesuatu masalah selalu akan berbeda-beda, tergantung pada latar (sikon disekitar masalah) dan sikon disekitar si pengamat.

Bila objek dinyatakan sebagai premise mayor (muqaddam kubra) dan latar (sikon) sebagai premise minor (muqaddam shughra), maka dalam bidang Logika (Mantiq), persepsi dapat dinyatakan sebagai konklusi (natijah). Dan bila objek dinyatakan sebagai genotip (bawaan) dan latar (sikon) sebagai (fenotip) (lingkungan), maka dalam biologi, persepsi dapat dinyatakan sebagai sosok.

Persepsi, observasi, evaluasi bersifat sangat relatif, nisbi. Pengamatan, penilaian yang satu tak bisa menyalahkan pengamatan, penilaian yang lain. Dalam Islam disebutkan bahwa sesuatu ijtihad tak dapat membatalkan (la yanqudhu, tak dapat menolak, menafikan, membantah) ijtihad yang lain. Hanya persepsi yang sama sekali bebas dari pengaruh asumsi, prasangka yang bersifat absolut, mutlak.

Dalam hubungan ini, kini, belakangan ini marak isu, berita tentang tindak kejahatan, tindak kriminal berkedok, mengatasnamakan NII (Negara Islam Indonesia). Sesuai dengan cara, sikap pandang masing-masing, maka ada yang berkesipulan bahwa NII (Islam) itu menghalalkan segala cara. Dan ada pula yang berkesimpulan sebaliknya bahwa NII (Islam) itu didiskreditkan, dipojokkan dengan berbagai cara.

Memperjuangkan tegak-berdirinya NII (Negara Islam Indonesia) secara demokratis di negeri ini, di bumi pertiwi ini, di persada tanah air ini adalah sah, legal saja. Ketika Pancasila dilahirkan, dicetuskan oleh penggagasnya Ir Soekarno dalam siding BPUPK (Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan, Dokuritsu Zyunbi Tyuoosakai) pada 1 Juni 1945, umat Islam diajak agar bekerja sekeras-kerasnya, sehebat-hebatnya supaya hukum-hukum yang keluar dari Badan Perwakilan Rakyat adalah hukum-hukum Islam. Percaya dengan ajakan Ir Soekarno, penggagas Pancasila tersebut, maka tokoh-tokoh umat Islam yang duduk dalam BPUPK menerima, menyepakati ide Pancasila. Negara yang memberlakukan hukum-hukum Islam secara positif adalah Negara Islam. Baldatun thaiyibatun wa rabbun ghafur. Kenapa begitu antipati terhadap hukum Islam?

Masih dalam hubungan ini, kini juga marak isu, berita tentang studi banding ke luar negeri yang dilakukan oleh wakil-wakil rakyat di DPR. Kenapa tak berminat melakukan studi banding ke dalam negeri? Studi banding antara sitim pemerintahan Minangkabau dengan sitim pemerintahan Jawa ? Studi banding antara sistim pemerintahan parlementer dengan sistim pemerintahan presidensial? Studi banding antara konsitusi UUDS-1950 dengan konstitusi UUD-1945 ? Studi banding antara konstitusi NII (NKA, Negara Karunia Allah) dengan konstitusi NKRI ? dan lain-lain, dan lain-lain.

Belajar memahami Hukum Islam

Cara (Metoda) yang ditempuh oleh Ulama Fiqih (Pakar Hukum Islam) dalam menentukan kaidah ushul (Prinsip Hukum Islam) secara sederhana adalah sperti berikut : 1. Menela'ah%2

You Might Also Like

0 komentar: