Pena Iwan

[KITA BUTUH CERMIN AKHIR TAHUN UNTUK MENUMBUHKAN RESOLUSI]

08.22.00 Iwan Wahyudi 2 Comments

 


"Manusia memiliki sepasang mata yang dapat memandang apa saja, tapi satu yang tak bisa ia lihat yaitu dirinya sendiri ".
Setiap akhir tahun, rutinitas refleksi akhir tahun sangat ramai mulai dari ulasan tertulis para pakar berbagai bidang dimedia cetak hingga acara talkshow ditelevisi. Refleksi tersebut tak cukup dilakukan sehari atau semalam saja bahkan berhari-hari. Selain refleksi 365 hari yang telah berjalan, ditambah lagi sesi prospek tahun depan terkait semua bidang kehidupan : ekonomi, politik, keamanan, hukum dan sebagainya. Hampir semua energi anak bangsa terfokus padahal tersebut. Hingga melupakan satu hal, melakukan refleksi pada diri sendiri. Kita lupa sebuah komunitas besar bernama masyarakat, negara hingga tatanan dunia terdiri dari personal orang perorang.
Mari mengambil cermin untuk menatap bayangan kita sejenak saja. Dari rutinitas yang begitu menyita waktu, dari ritual tahunan merefleksi hal besar namun, rapuh menatap pori-pori kekurangan personal yang harus ditutupi segera agar tak menjalar dan mengurangi kecantikan wajah besar tersebut.
Mengapa kita harus bercermin untuk melihat bayangan kita ? karena cermin memliki keistimewaan dalam kesederhanaan bentuknya yang datar dan pipih tersebut.
1. Kita dapat melihat semua bagian tubuh dengan utuh. Sesuai dengan kebutuhan dan keinginan kita. Dari ujung rambut sampai kaki sekaligus atau fokus pada bagian tertentu saja yang kita butuhkan.
2. Cermin akan memperlihatkan sisi tubuh kita yang perlu diperbaiki.
3. Kita akan merasa nyaman karena cermin tak pernah mengejek atau membully kekurangan kita
4. Cermin tak pernah menyimpan bayangan kita untuk diperlihatkan pada orang lain yang bercermin berikutnya.
Dari kejujuran dan setianya cermin memperlihatan diri kita dan merahasiakannya dari orang lain tersebut, tak cukup membuat kita utuh menerimanya jika tidak menghadirkan empat hal berikut agar bercermin kita benar-benar sesuai dengan fungsi bercermin, merefleksi diri.
1. Harus jujur pada diri sendiri. Apa yang dipantulkan oleh cermin, begitulah adanya diri kita. Terimalah itu dengan lapang dada karena lari dari kenyataan adalah sifat para pecundang dan manusia seperti ini akan selalu dihantui ketakutan akan kekurangannya sendiri.
2. Menghitung kekurangan kita. Kita terlalu sering menghitung kelebihan kita dan menyandingkannya dengan daftar kekurangan orang lain. Setiap kelebihan tak perlu diingat karena ia kan membuahkan kebaikan pula, tapi setiap kekurangan harus selalu dihafal karena itu harus segera diperbaiki agar menjadi lebih baik dan sempurna. Setiap kekurangan tak perlu ditutupi, toh untuk kita baca sendiri. Menyadari kekurangan sendiri kadang perlu keberanian apalagi mengakui dan menerima kekurangan dihadapan orang lain tentu perlu nyali ekstra. Hapus satu persatu kekurangan tersebut dari daftar jika telah kita perbaiki.
3. Memperbaiki diri setiap saat. Salah satu cara agar tidak diejek oleh orang lain atas kekurangan kita adalah mengurangi, menambal, memperbaiki dan melepaskan diri dari belenggu dosa, kekurangan dan kegagalan yang selama ini menjadi bahan bully orang lain terhadap kita. Jangan tunggu nanti, semakin lama menyimpannya maka semakin membebani diri.
4. Menghitung semua potensi dan titik kelebihan. Kita harus menyadari bahwa yang kita gunakan selama ini belum semua potensi yang tersimpan didalam diri. Temukan dan optimalkan potensi yang belum termanfaatkan tersebut. Pompa terus hingga titik maksimal jika potensi tersebut telah kita tumbuhkan. Buat catatan daftar potensi hidup dan segala resolusi hidup, raih satu persatu dengan potensi tersebut.
Lalu apa yang harus kita lakukan setelah bercermin dan membuat daftar resolusi hidup sehingga tahun-tahun kedepan dapat lebih baik lagi
1. Bersyukur dalam setiap waktu. Segala potensi yang ada dalam diri merupakan anugerah tak ternilai. Ia melekat bersama lahirnya setiap manusia dimuka bumi. Allah SWT menciptakan ini agar dapat dioptimalkan dengan saluran-saluran yang sesuai dengan fitrah kemanusiaan oleh manusia itu sendiri.
2. Jangan Lupa Bahagia. Takaran bahagia dalam kacamata setiap orang selalu berbeda. Ukuran bahagia menurut kita belum tentu orang lain. Bahagia lebih pada bagaimana kelapangan jiwa seseorang. Kekuatan jiwa semacam ini harus dimiliki oleh kita dalam keadaan apapun. Hanya mereka yang melalui hari dan kehidupan dengan bahagia yang dapat melakukan apapun dengan suka cita. Dengan kondisi bahagia manusia akan mengeluarkan potensi terbaiknya dengan keikhlasan tanpa beban dan paksaan.
3. Mengikat dan Menebar Cinta. Betapa betebarannya cinta dimuka bumi ini. Baik antara orang tua dan anak, begitu pula sebaliknya. Baik antara lelaki dan perempuan, antara yang memberi dan yang menerima dan sebagainya. Serpihan cinta ini harus diikat, di serap hingga menjadi energi cinta yang lebih besar dalam diri manusia untuk ditebar lagi pada manusia dan semesta disekitanya agar dapat merasakan kekuatan cinta tersebut. Cinta ini menjadi modal utama dalam membangun hubungan sosial yang akan menopang potensi personal seseorang.
4. Jejakkan karya sekecil apapun itu. Hidup adalah perjalanan dan ia akumulasi jejak dan langkah manusia. Penanda jejak tersebut berupa karya yang dapat dilihat oleh orang lain. Tak semua karya dapat dilihat oleh mata, tapi keberadaannya dirasakan. Potensi diri yang beragam dan disatukan dengan kekuatan jiwa yang melahirkan kebahagiaan kemudian bersenyawa dengan cinta personal dan akumulasi cinta sosial, tentu mustahil tak melahirkan karya.
Waktu selalu berjalan tanpa menengok kebelakang apalagi mengambil ruang jeda untuk rehat. Namun, setiap manusia memiliki kesempatan dan seharusnya demikian mengambil waktu rehat untuk jeda sejenak mengukur dan menghitung waktu yang telah lewat dan menyiapkan diri untuk waktu yang akan datang.
Kita terlalu sering disibukkan dan terlena dengan refleksi yang bersifat kolektif dan sangat larut dengan hiruk-pikuknya. Kita lupa bahkan jarang yang menyesali diri saat tersadar melewati segala waktu tanpa bercermin diri. Memilah potensi dan mengais segala kekurangan agar menjadi bahan kontempelasi. Hingga resolusi dan harapan yang akan diraih dimasa mendatang benar-benar terukur dan rasional, bukan sekedar ikut-ikutan mengekor, gaya-gayaan agar tak ketinggalan, atau sekedar saja supaya lepas dari bahan olokan orang lain.

You Might Also Like

2 komentar: