Opini

Akan Jadi Apa ”Dana Mbozo” dalam Pangkuan PPS?

10.44.00 Iwan Wahyudi 0 Comments

DR. M. Firmansyah.

Oleh :
DR. M Firmansyah**

INFORMASI yang beredar, proses pembentukan Provinsi Pulau Sumbawa (PPS) menunjukan perkembangan yang semakin baik. Diperkirakan, dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, PPS akan dirapatparipurnakan oleh DPR RI.

Sebagai bagian dari PPS, Kabupaten dan Kota Bima tentu memiliki andil dalam memajukan PPS. Pertanyaan lain, akankah PPS menjadikan semua daerah di pangkuannya menjadi sejahtera atau sebaliknya PPS menjadi daftar tunggu yang mempertegas 80 persen kegagalan daerah-daerah pemekaran di Indonesia? Saya ingin melihat “rasa ndai Mbozo” saja dalam perspektif teori spasial ekonomi. Apakah mungkin Bima menjadi lebih maju dengan menjadi bagian dari PPS?

Syarat-syarat Konsentrasi Ekonomi
Saya ingin menjelaskan satu penelitian menarik, yaitu terkait beberapa syarat untuk terbentuknya konsentrasi aktivitas ekonomi di beberapa negara maju yang dilakukan Ellison dan Glaeser (1997).  Mereka membuktikan bahwa konsentrasi ekonomi secara spasial (kewilayahan) ditentukan oleh dua instrumen penting, yaitu natural adventages dan knowladge spillovers.

Natural advantages adalah berbagai keunggulan alamiah, termasuk di dalamnya kekayaan alam sebagai bahan baku dan infrastruktur pendukung industri, sehingga menjadi pusat aktivitas ekonomi. Misalnya, kekayaan tambang dan keindahan alam yang menjadi pusat kunjungan wisata. Di samping itu, jumlah penduduk juga dianggap sebagai keunggulan alamiah. Banyaknya industri, kelancaran transportasi berupa jembatan, pelabuhan dan bandara juga menjadi bagian dari keunggulan alamiah itu.

Knowladge spillovers yang terjemahan bebasnya luapan pengetahuan, termasuk di dalamnya adalah penduduk berpendidikan yang akan mampu untuk terus belajar, baik dari pengalaman sendiri maupun pengalaman daerah lain yang lebih maju. Sehingga, beberapa instrumen knowladge spillovers adalah jumlah sekolah dan perguran tinggi, jumlah guru dan dosen, jumlah siswa dan mahasiswa, infrastruktur pendidikan dan lain-lain.

Lalu di mana posisi Bima? Perlu dipahami, Bima dengan atau tanpa pemekaran sekalipun sebenarnya berpeluang untuk maju. Bima memiliki hampir semua indikator di atas. Bima punya pelabuhan (besar maupun kecil), memiliki bandar udara, transaportasi antar daerah dan provinsi lancar, memiliki berbagai pusat kunjungan seperti pantai, budaya (Museum Asi Mbojo-Bima) dan lain-lain. Demikian pula dengan pendidikan, kota ini merupakan daerah yang termasuk ber-IPM tertinggi kedua setelah Kota Mataram di NTB.

Apa yang Perlu Dilakukan ?
Secara konsep atau teori, dalam ilmu ekonomi ada yang dikenal dengan tabel input-output (I-O). Konsep ini dikembangkan oleh Liontief puluhan tahun lalu yang menyusun tabel pola hubungan ke depan dan kebelakang, input dan output antarkomoditas suatu wilayah.

Bila I-O sekadar melihat keterkaitan antarkomoditas dalam satu wilayah, ada yang namanya IRIO (Interegion Input-Output) yaitu menjelaskan keterkaitan komoditas antarlintas region. Misalnya antara Bima dengan Mataram, Bima dengan Makassar dan seterusnya.

Pemangku kebijakan perlu memahami ini. Pemerintah perlu memahami lebih jauh bagaimana pola hubungan antara komoditas Bima dengan daerah lain, lebih-lebih daerah yang memiliki jalur transportasi langsung antara Bima dan daerah tetangganya. Misalnya Bima dengan Bali, Bima dengan Makassar atau Bima dengan NTT.

Dengan memahami atau mempelajari pola hubungan antarkomoditas ini, sehingga mudah membentuk kerjasama bisnis, bisa G to G (Goverment to Government) atau B to B (Bussiness to Bussiness).

Saya tidak tahu sekarang, dulu barang-barang di Desa Kolo yang berasal dari Batam dan Singapura menjadi bahan perbincangan di Kota Bima. Barang-barang itu, adalah barang elektronik, pakaian dan seterusnya.
Saya juga tidak paham, dengan kelancaran jalur laut dari Kolo sampai Batam atau Singapura, kenapa tidak sekalian menjadi pembelajaran oleh pemerintah daerah akan apa kebutuhan utama masyarakat Batam atau Singapura yang perlu disiapkan oleh Bima, demikian pula sebaliknya.

Sehingga tidak mustahil di situ dibangun pelabuhan peti kemas sebagai pusat aktivitas bongkar muat barang ekspor-impor, yaitu dari Batam atau Singapura untuk Bima bahkan untuk Pulau sumbawa, NTB atau NTT atau sebaliknya. Bila baiya bongkar muat di situ lebih kecil, tentu akan menjadi daya tarik bagi pelaku usaha untuk menjalankannya.

Sektor lain yang menunjukan prestasi yang baik adalah semakin manjamurnya berbagai perguruan tinggi di Bima. Hal itu menjadi modal Bima untuk menjadi pusat kunjungan di Pulau Sumbawa, sektor pendidikan (perguruan tinggi) tidak saja berpengaruh dalam jangka panjang (terkait kualitas SDM) namun dalam jangka pendek majunya pendidikan akan menghambat terbangnya modal (uang) Bima ke luar (Jawa), bahkan kalau perlu menarik uang luar masuk ke Bima.

Mengakhiri tulisan ini, sebenarnya masih banyak yang perlu diungkap di sini akan potensi Bima, namun sementara sampai sini dulu. Insya Allah, Bima akan menjadi kota maju bila semua pihak punya rasa tanggung jawab untuk memajukan wilayah ini. Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya akan terbentuknya PPS dan partisipasi Bima di dalamnya.
 
** Penulis Dosen Ilmu Ekonomi FE Universitas Mataram.

Sumber : www.konkretnews.com

You Might Also Like

0 komentar: