Berita
Ketua fraksi Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid. TEMPO/Imam Sukamto
TEMPO.CO, Jakarta
- Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PSK) Hidayat Nur Wahid
mengatakan partainya tidak pernah menzalimi Partai Persatuan Pembangunan
(PPP) terkait dengan jatah posisi pimpinan MPR dalam koalisi Prabowo.
"Itu fitnah kepada PKS. Justru Suryadharma Ali (Ketua Umum PPP) pernah
secara langsung menyampaikan kepada saya dalam konteks partai, bahwa PPP
menyerahkan kepada PKS untuk posisi pimpinan MPR," katanya kepada Tempo, Selasa, 7 Oktober 2014.
Sebelumnya, politikus PPP, Syaifullah Tamliha, mengatakan koalisi Prabowo hingga Senin malam belum mau memberikan kursi pimpinan MPR kepada PPP. Masalahnya, kata dia, PKS enggan memberi haknya kepada PPP. "Kami juga tahu posisi kami hanya urutan keenam, tapi ini sudah perjanjian. Kalau kami tidak dikhianati, tentu kami sekarang sudah dapat posisi wakil ketua MPR (dari koalisi Prabowo)," ujarnya.
Menurut Hidayat, tidak ada masalah antara PPP dan PKS sebagai sesama anggota koalisi Prabowo. PKS-lah, kata Hidayat, yang memperjuangkan PPP di DPR setelah Partai Demokrat masuk ke dalam koalisi Prabowo. Hidayat menegaskan, sejak kesepakatan awal yang ditandatangani bersama dalam internal koalisi Prabowo, pimpinan DPR itu terdiri atas Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Golkar, dan PPP. "Itu firm," ujarnya.
Lantas masuklah Demokrat. Karena Demokrat masuk, menurut Hidayat, PPP harus keluar dari pimpinan DPR. Sebagai gantinya, PPP dimasukkan ke pimpinan MPR. Sekalipun itu tidak tertulis atas apa yang diomongkan Suryadharma, kata Hidayat, tapi bukan berarti PKS yang enggan mundur. Kata kuncinya itu kemudian, ujarnya, jangan dijadikan PKS sebagai kambing hitam karena PPP gagal jadi wakil ketua MPR.
Hidayat mengatakan koalisi Prabowo punya dokumen yang menjelaskan bahwa pola kepemimpinan di DPR adalah diisi oleh lima partai dari koalisi Prabowo. "Pak Suryadharma sudah menandatangani suatu dokumen yang menegaskan beliau menyetujui formula bahwa PPP diakomodasi haknya di MPR dengan mengambil dari tokoh DPD (Ahmad Muqowam), dan kemudian sebagai gantinya diberikan kursi tambahan di pimpinan komisi."
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/10/07/078612618/Dituding-Zalimi-PPP-Hidayat-Itu-Fitnah-ke-PKS
Dituding Zalimi PPP, Hidayat: Itu Fitnah ke PKS
Sebelumnya, politikus PPP, Syaifullah Tamliha, mengatakan koalisi Prabowo hingga Senin malam belum mau memberikan kursi pimpinan MPR kepada PPP. Masalahnya, kata dia, PKS enggan memberi haknya kepada PPP. "Kami juga tahu posisi kami hanya urutan keenam, tapi ini sudah perjanjian. Kalau kami tidak dikhianati, tentu kami sekarang sudah dapat posisi wakil ketua MPR (dari koalisi Prabowo)," ujarnya.
Menurut Hidayat, tidak ada masalah antara PPP dan PKS sebagai sesama anggota koalisi Prabowo. PKS-lah, kata Hidayat, yang memperjuangkan PPP di DPR setelah Partai Demokrat masuk ke dalam koalisi Prabowo. Hidayat menegaskan, sejak kesepakatan awal yang ditandatangani bersama dalam internal koalisi Prabowo, pimpinan DPR itu terdiri atas Partai Gerindra, PKS, PAN, Partai Golkar, dan PPP. "Itu firm," ujarnya.
Lantas masuklah Demokrat. Karena Demokrat masuk, menurut Hidayat, PPP harus keluar dari pimpinan DPR. Sebagai gantinya, PPP dimasukkan ke pimpinan MPR. Sekalipun itu tidak tertulis atas apa yang diomongkan Suryadharma, kata Hidayat, tapi bukan berarti PKS yang enggan mundur. Kata kuncinya itu kemudian, ujarnya, jangan dijadikan PKS sebagai kambing hitam karena PPP gagal jadi wakil ketua MPR.
Hidayat mengatakan koalisi Prabowo punya dokumen yang menjelaskan bahwa pola kepemimpinan di DPR adalah diisi oleh lima partai dari koalisi Prabowo. "Pak Suryadharma sudah menandatangani suatu dokumen yang menegaskan beliau menyetujui formula bahwa PPP diakomodasi haknya di MPR dengan mengambil dari tokoh DPD (Ahmad Muqowam), dan kemudian sebagai gantinya diberikan kursi tambahan di pimpinan komisi."
Sumber : http://www.tempo.co/read/news/2014/10/07/078612618/Dituding-Zalimi-PPP-Hidayat-Itu-Fitnah-ke-PKS
0 komentar: