Goresan Pena,
WAFATNYA HASAN AL-BANNA
Adalah
suatu keniscayaan bahwa dakwah ini akan selalu berkembang ditengah terpaan
cobaan yang menimpa umatnya. Melihat perkembangan dakwah IM tersebut dan
langkah-langkah politik yang dilakukan oleh IM, Raja Farouk (penguasa Mesir)
merasa kesal karena berseberangan dengan kebijakan yang diambilnya. Sejak itu
rezim Faruok benar-benar memperhitungkan langkah-langkah untuk menguasai Hasan Al-Banna.
Dengan berkonspirasi dengan Yahudi dan militer ia berusaha melenyapkan Imam
Hasan Al-Banna. Dalam sebuah rekayasa pembunuhan yang keji tanggal 11 Februari
1949 Raja Farouk berhasil membunuh Imam Hasan Al-Banna pendiri gerakan Ikhwanul
Muslimin.
Rezim
Raja Al-Farouk memenjarakan seluruh anggota IM dan membiarkan Hasan Al-Banna
seorang diri sebagai upaya agar masyarakat luar memiliki anggapan bahwa rezim
masih memiliki rasa tolerir terhadap beliau, padahal hal ini merupakan siksaa
batin, setiap hari hanya tangisan ribuan anak kecil dan rintihan ibu-ibu
fororo, yang didengarnya, menengok kekanan dan kekiri tidak ada yang peduli
seakan-akan seluruh rakyat telah diintimidasi oleh rezim, takut untuk melakukan
sebuah kebaikan, siapa sedekah mati, siapa yang menolong orang kelaparan dia
diangap pemberonak, beliau hanya mampu mengumpulkan sebesar 150 Junaih Mesir
($140) setelah berupaya kesana-kemari dan itupun hasil hutang dari salah
seorang teman. Sungguhpun perasaaan-perasaan buruk dan mencekam melanda
masyarakat lebih dari yang terungkapan
Setelah rezim berhasil menciptakan
Mesir menjadi amat mencekam, polisi intel segera memenjarakan adik kandung
Hasan Al-Banna, Abdul Basith yang juga seorang polisi namun bukan anggota IM, hal itu adalah
perangkat yang diciptakan untuk mempermudah penangkapan beliau kapan saja
mereka menginginkannya, sebenarnya perasaan ini juga ada dalam sanubari kecil
beliau, namun justru keberanian dan perasaan tidak takut mati semakin lebih
nampak apalagi setelah suatu malam beliau bertemu Syayidina Umar dalam mimpinya
yang mengatakan “wahai Hasan kamu akan dibunuh”. Kemudian beliau terbangun dan
tidur kembali sehingga terulang mimpi itu lalu bangun hingga shalat subuh. Dan
ketika Hasan Al-Banna mengajukan untuk tinggal diluar kota Kairo bersama saudaranyapun tidak
diizinkan, Hal itu semakin memperjelas makar yang dirancang oleh rezim untuk
meringkusnya secara berlahan.
Setelah semua anggota IM, persenjataan
dan kekayaannya termasuk barang milik pribadi Hasan Al-Banna berupa pistol dan
mobil pribadi yang statusnya pinjaman disita oleh penguasa yang rakus, mulailah
konspirasi pembunuhan dilakukan oleh rezim Farouk dengan merekayasa sebuah
pertemuan di “Syabbanul Muslimin” antara Hasan al-Banna dan salah seorang
pengurus Syabbanul Muslimin, Mohammad An
Naqhi.
Petang itu hari Jum’at tanggal menunjukkan
angka 11 bulan Februari 1949, pukul 17.00 Hasan al-Banna tiba di Syabbanul
Muslimin. Pukul dua puluh lebih dua puluh menit Hasan Al- Banna baru keluar
dari markas Syabbanul Muslimin yang terletak di Jalan Malikah Nazili tepat
dijantung kota Kairo
karena masalah yang diagendakan belum ada kejelasan akibat salah seorang
menteri yang akan hadir dalam pertemuan itu yang diharap akan dapat membantu
menyelesaikan masalah IM tidak menepati janjinya.. Beliau saat itu didampingi
menantunya yang juga seorang pengacara Abdul Karim Manshur Beliau kemudian
pulang dengan sebuah komitmen akan datang kembali esok harinya. Namun tiba-tiba
beliau menemukan suasana yang sungguh lain , dijalan protokol Malikah Nazili
(Quin Ramses sekarang) yang biasanya ramai dengan hiruk-pikik lalu lintas dan
lalu lalang manusia saat itu tak sebuah mobil dan orangpun yang yang lewat,
toko-toko dan rumah-rumah makan yang berdekatan juga sudah tutup, kecuali sebuah
taksi telah menunggu digerbang Syabbanul Muslimin . Imam Hasan Al-Banna duduk
di kursi belakang bersama menantu yang juga sahabatnya tersebut. kecurigaan
semakin tinggi tiba-tiba seluruh lampu penerangan jalan raya mati
Belum taksi
berjalan , taksi dihadang oleh dua orang tak dikenal. Salah seorang berusaha
membuka pintu kiri tempat Abdul Karim Manshur duduk mendampingi Hasan Al-Banna.
Saat berusaha menahan pintu tersebut tiba-tiba pistol diarahkan pada Abdul
Karim Manshur dan memuntahkan 3 peluru yang mengenai dada, tangan kanan dan kaki
beliau sehingga beliau tidak mampu bergerak.
Setelah melihat Abdul Karim Manshur tak
berdaya, pintu kanan berusaha dibuka namun tidak berhasil hingga mereka
memuntahkan peluru kearah Imam Hasan Al-Banna. Ketika pintu
terbuka mereka mundur dan menembaiki Imam Hasan Al-Banna. Tujuh peluru bersarang
di tubuh Beliau namun, beliau masih
mampu untuk keluar dan lari mengejar para penembak hingga jarak seratus meter.
Sebuah mobil rupanya telah menunggu dua orang penembak tersebut dan membawanya
kabur. Imam Hasan Al-Banna kemudian masuk kembali kedalam gedung Syabbanul
Muslimin dan kemudian meminta bantuan mobil ambulan, sungguhpun demikian beliau
terdampar dalam rumah sakit “Qosr Aini”
Beliau dengan luka tembakan berada
dalam kesendirian hingga syahid menjemputnya karena kehabisan darah akibat tak seorangpun dari perawat atau
dokter yang berani menolongnya sekalipun banyak dokter muslim yang ingin
merawatnya, namun kepala Rumah Sakit tidak mengizinkan atas perintah Rezim
Farouk. Dering telepon tak henti-hentinya untuk meyakinkan
kematian Hasan Al-Banna.
Hari Sabtu Malam Ahad beliau dipanggil
Rabb yang selama ini menjadi Ghoyah perjuanngannya. Hari itu langit dunia dan
ummat Islam terselimuti rasa duka yan mendalam karena kematian Hasan Al-Banna berarti
hilangnya seorang pembela kebenaran ditengah tidur panjang ummat yang penuh
dengan kedzoliman. Ditengah-tengah pesta kebahagiaan Raja Farouk dalam
merayakan hari ulang tahunnya kepala polisi intel memberikan hadiah berupa
kepala Imam Hasan Al-Banna untuk menambah kecongkakkannya di muka bumi. Pagi
Hari Ahad sampailah berita kematiannya kepada orang tua beliau Ahmad Al-Banna.
Yang lebih menyedihkan adalah ketika
rezim Farouk tidak mengizinkan umat Islam untuk merawat jenazah beliau dan
berta’ziyah kerumah shohibul musibah. Untuk menunjukkan keangkuhannya serta
rasa dengki yang mendalam terhadap Hasan Al-Banna dan dakwah rezim menyusun
penjagaan militer secara ketat dengan posisi siap tempur dan tank-tank siaga
seperti akan menghadapi perang besar, padahal hanya sebuah upacara kematian
yang terdiri dari beberap gelintir insan yang tak berdaya. Tak seorangpun
diizinkan membawa jenazahnya menuju makam kecuali orang tua beserta seorang dan
kedua saudari perempuannya.
Hasan Al-Banna mengakhiri hidupnya
dengan mulia dan setelah mengisi seluruh penjuru bumi dengan dakwah Ikhwanul
Muslimin. Semoga Allah SWT memberi rahmat-Nya kepada Hasan Al-Banna
karena beliau telah meningal diatas
jalan Nabi SAW yang terang benerang. Hasan Al-Banna berhasil menggebah
kegelapan yang menggantang diatas kehidupan sejarah kaum muslimin karena
kelelapan dan kelengahan mereka selama berabad-abad.
Mataram, 7 Februari 2005
IWAN Wahyudi
Allahuakbar
BalasHapus