Berita
Terkait penggunaan hak prerogatif Presiden untuk mengangkat Menko Polhukam, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan dalam mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Melli Darsa berpendapat, tidak satu pun dari empat pihak tersebut memiliki kompetensi dan kontribusi memadai dilihat dari track record-nya dan potensi mereka sebagai motor reformasi kelembagaan dan peraturan hukum.
Tiga Menteri Jokowi Diberi Nilai D
[JAKARTA]
Tiga menteri dalam kabinet Jokowi-JK mendapat nilai D alias tidak
lulus.
Ketiga
menteri tersebut adalah Menko Polhukam Tedjo Edhy Purdjianto, Menteri
Hukum Dan HAM Yasona Laoly, dan Jaksa Agung Prasetyo.
"Saya
sebagai dosen memberi nilai tidak lulus kepada ketiga menteri
tersebut, tetapi belum drop out (DO)," kata pakar hukum
pidana Universitas Indonesia (UI), Ganjar Laksmana Bonaparte di
Jakarta, Minggu (25/1).
Sementara
itu, Ketu Umum ILUNI FHUI, Melli Darsa pada keterangan pers di
Jakarta, Minggu (25/1), mengatakan, Jokowi-JK hanya telah
menyampaikan 5 program hukum yang disebut "Agenda Keadilan."
Kelima
agenda itu yakni pemberantasan
korupsi, penegakan dan perlindungan HAM, penegakan hukum lingkungan
dan reformasi agraria, reformasi lmbaga penegak hukum, dan reformasi
legislasi.
"Adapun dua prioritas kerja
utama yang dikedepankan oleh Jokowi pada 5 Juni 2014, yakni
penerbitan Perpres tentang Percepatan Izin Usaha, dan Perpres
Antikorupsi," katanya.
Menurut
Melli Darsa, dalam 100 hari pertama pemerintahannya Presiden Joko
Widodo nampak telah menggadaikan jabatan-jabatan strategis di bidang
hukum dalam rangka transaksi politik dan balas budi.
Sedangkan
pemberantasan mafia hukum serta korupsi, kolusi dan nepotisme sama
sekali belum diprioritaskan.
"Saya
secara pribadi sulit memberi nilai kalau melihat penunjukan orang
untuk menduduki posisi-posisi hukum berdasarkan bagi-bagi jabatan
atau balas budi. Tetapi dalam bidang hukum nilai D. Ketiga menteri
di bidang hukum tak lulus, karena hukum belum jadi prioritas, tidak
penting sama sekali di mata Jokowi," kata Melli Darsa.
Sebagaimana
diketahui, pada Januari 2015 merupakan tepat 100
hari pertama pemerintahan Jokowi-JK. Tidak seperti pemerintahan
SBY-Boediono yang telah menetapkan Program Kerja 100 hari pertama,
Jokowi-JK memang tidak menetapkan program khusus.
Melli Darsa lebih jauh mengatakan,
ada dua indikator utama yang dapat digunakan untuk mengevaluasi
kinerja Pemerintahan Jokowi-JK di bidang hukum.
Pertama adalah program
kebijakan hukum nasional yang disusun.
Kedua, pelaksanaan hak
prerogatif presiden terkait penunjukan/pencalonan calon-calon pejabat
negara cabang eksekutif di bidang hukum, termasuk efektivitas Lembaga
Kepresidenan dalam memonitor kinerja pejabat yang telah ditunjuk.
Dikatakan, begitu banyak pekerjaan
rumah Jokowi dalam pembangunan hukum nasional yang "diwariskan"
Pemerintahan SBY, tapi Pemerintahan Jokowi-JK tidak punya Grand
Design atau Blue Print tentang Daftar Program Legislasi
Nasional (Prolegnas).
Belum lagi terkait KUHP-KUHAP yang
sudah sangat usang dan telah menggantung puluhan tahun nasib
pembahasannya.
Hak Prerogatif
Terkait penggunaan hak prerogatif Presiden untuk mengangkat Menko Polhukam, Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, dan dalam mencalonkan Budi Gunawan sebagai Kapolri, Melli Darsa berpendapat, tidak satu pun dari empat pihak tersebut memiliki kompetensi dan kontribusi memadai dilihat dari track record-nya dan potensi mereka sebagai motor reformasi kelembagaan dan peraturan hukum.
"Masih banyak orang lain yang
lebih layak (fit) dan pantas (proper) untuk diangkat.
Semua penunjukan kental ditentukan oleh elite parpol," katanya.
Dalam hal Budi Gunawan, lanjut
Melli, yang bersangkutan sudah jelas punya rapor merah, namun tetap
dipaksakan sebagai calon tunggal Kapolri. Tidak heran kalau semua itu
menuai penolakan yang kuat dari publik serta KPK dan PPATK.
"Proses yang berlangsung semakin
memberi kesan bahwa pemilihan pejabat-pejabat hukum merupakan imbalan
atas dukungan politik yang diterima Jokowi saat pencalonannya sebagai
Presiden," katanya. [PR/L-8]
Sumber : http://sp.beritasatu.com
0 komentar: