Berita
RMOL.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus indikasi korupsi terkait
tata niaga gula di Indonesia, khususnya dalam mekanisme impor.
Karena itu, KPK melakukan kajian tata niaga gula yang masuk dalam sektor ketahanan pangan. Sebagaimana yang dilakukan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan sektor mineral dan batubara.
Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengakui bahwa kajian terkait tata niaga gula yang dilakukan pihaknya lantaran ada pengaduan dugaan korupsi dari masyarakat.
Kajian itu dilakukan lantaran ada potensi korupsi yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara.
"Salah satunya karena ada sejumlah pengaduan ke KPK berkaitan dengan tata niaga gula. Terdapat sejumlah pengaduan masyarakat terkait komoditas gula yang diterima oleh KPK sejak tahun 2004-2015," ujarnya di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (19/3).
Selain laporan, hal lain yang melatarbelakangi kajian terhadap tata niaga gula antara lain hasil kajian KPK tahun 2014 terhadap tata niaga impor komoditas pangan strategis menemukan adanya kelemahan pada kebijakan tata niaga impor gula, serta kelemahan pengawasan peredaran gula rafinasi yang berpotensi menciptakan Rent-Seeking.
"Melalui pembocoran gula rafinasi ke pasar tradisional atau memanfaatkan celah dengan mengajukan permohonan impor gula mentah untuk idle capacity setiap tahunnya merugikan petani tebu Indonesia," beber Priharsa.
Di sisi lain, pemerintah pada 2015 mengalokasikan tambahan anggaran dalam APBN-P untuk Kementerian Pertanian senilai Rp 16,9 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 4 triliun untuk refocusing swasembada pangan lima komoditi pangan strategis.
KPK terkait hal itu berkepentingan mencegah terjadinya kobocoran uang negara.
"Besarnya anggaran ini bila tidak dikelola dengan baik berpotensi merugikan keuangan negara. Baik dari aspek keuangan maupun non keuangan," tandas Priharsa.
Sebelumnya, KPK mengundang pemerintah untuk menyampaikan kajian tata niaga gula yang sedang dilakukan.
Hasil kajian dipaparkan kepada dua menteri kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Pihak Kementerian Perdagangan sendiri diwakili oleh Karyanto Suprih selaku Irjen Kemendag.
Sofyan Djalil tidak menampik jika mekanisme impor gula yang dilakukan selama ini bermasalah. Termasuk impor gula rafinasi pada era kepemimpinan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Menurutnya, permasalahan itu berada pada pembagian jatah impor gula.
KPK, kata Sofyan, menekankan beberapa aspek yang harus diperbaiki.
"Masalahnya adalah itu tadi cuma policy ada kelemahannya. (pihak KPK) mengatakan beberapa aspek yang harus kita perbaiki," katanya di kantor KPK tadi siang.
Di sisi lain, Sofyan berjanji akan memperbaiki sistem supaya permasalahan itu tidak terulang kembali.
"Melakukan studi misalnya mekanisme impor, kemudian mekanisme pemberian jatah gula impor rafinasi dan lain-lain. Sebenarnya itu perbaikan policy. Jadi, KPK adalah melakukan studi untuk memberi inpluse kepada pemerintah untuk perbaikan sistem," jelasnya.
Sementara, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi SP menambahkan bahwa kajian soal tata niaga gula termasuk ke dalam sektor ketahanan pangan. Ketahanan pangan itu menjadi bagian Rencana Strategis (Renstra) KPK.
"Benar, masuk dalam topik ketahanan pangan," tuturnya.
Gerakan Indonesia Bersih (GIB) sebelumnya pernah melaporkan kasus pajak impor gula ke KPK pada 2012. Bambang Widjojanto saat menjabat wakil ketua KPK mengatakan, pihaknya akan mendalami terkait kasus yang diduga menyeret nama mantan Mendag Gita Wirjawan dan wakilnya Bayu Krisnamukti.
KPK Cium Indikasi Korupsi Impor Gula di Era Gita Wirjawan
Karena itu, KPK melakukan kajian tata niaga gula yang masuk dalam sektor ketahanan pangan. Sebagaimana yang dilakukan dalam penyelenggaraan ibadah haji dan sektor mineral dan batubara.
Kabag Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha mengakui bahwa kajian terkait tata niaga gula yang dilakukan pihaknya lantaran ada pengaduan dugaan korupsi dari masyarakat.
Kajian itu dilakukan lantaran ada potensi korupsi yang dapat menyebabkan kerugian keuangan negara.
"Salah satunya karena ada sejumlah pengaduan ke KPK berkaitan dengan tata niaga gula. Terdapat sejumlah pengaduan masyarakat terkait komoditas gula yang diterima oleh KPK sejak tahun 2004-2015," ujarnya di kantor KPK, Jalan Rasuna Said, Jakarta, Kamis (19/3).
Selain laporan, hal lain yang melatarbelakangi kajian terhadap tata niaga gula antara lain hasil kajian KPK tahun 2014 terhadap tata niaga impor komoditas pangan strategis menemukan adanya kelemahan pada kebijakan tata niaga impor gula, serta kelemahan pengawasan peredaran gula rafinasi yang berpotensi menciptakan Rent-Seeking.
"Melalui pembocoran gula rafinasi ke pasar tradisional atau memanfaatkan celah dengan mengajukan permohonan impor gula mentah untuk idle capacity setiap tahunnya merugikan petani tebu Indonesia," beber Priharsa.
Di sisi lain, pemerintah pada 2015 mengalokasikan tambahan anggaran dalam APBN-P untuk Kementerian Pertanian senilai Rp 16,9 triliun dan Dana Alokasi Khusus (DAK) sebesar Rp 4 triliun untuk refocusing swasembada pangan lima komoditi pangan strategis.
KPK terkait hal itu berkepentingan mencegah terjadinya kobocoran uang negara.
"Besarnya anggaran ini bila tidak dikelola dengan baik berpotensi merugikan keuangan negara. Baik dari aspek keuangan maupun non keuangan," tandas Priharsa.
Sebelumnya, KPK mengundang pemerintah untuk menyampaikan kajian tata niaga gula yang sedang dilakukan.
Hasil kajian dipaparkan kepada dua menteri kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil dan Menteri Perindustrian Saleh Husin. Pihak Kementerian Perdagangan sendiri diwakili oleh Karyanto Suprih selaku Irjen Kemendag.
Sofyan Djalil tidak menampik jika mekanisme impor gula yang dilakukan selama ini bermasalah. Termasuk impor gula rafinasi pada era kepemimpinan Menteri Perdagangan Gita Wirjawan. Menurutnya, permasalahan itu berada pada pembagian jatah impor gula.
KPK, kata Sofyan, menekankan beberapa aspek yang harus diperbaiki.
"Masalahnya adalah itu tadi cuma policy ada kelemahannya. (pihak KPK) mengatakan beberapa aspek yang harus kita perbaiki," katanya di kantor KPK tadi siang.
Di sisi lain, Sofyan berjanji akan memperbaiki sistem supaya permasalahan itu tidak terulang kembali.
"Melakukan studi misalnya mekanisme impor, kemudian mekanisme pemberian jatah gula impor rafinasi dan lain-lain. Sebenarnya itu perbaikan policy. Jadi, KPK adalah melakukan studi untuk memberi inpluse kepada pemerintah untuk perbaikan sistem," jelasnya.
Sementara, Pelaksana Tugas Wakil Ketua KPK Johan Budi SP menambahkan bahwa kajian soal tata niaga gula termasuk ke dalam sektor ketahanan pangan. Ketahanan pangan itu menjadi bagian Rencana Strategis (Renstra) KPK.
"Benar, masuk dalam topik ketahanan pangan," tuturnya.
Gerakan Indonesia Bersih (GIB) sebelumnya pernah melaporkan kasus pajak impor gula ke KPK pada 2012. Bambang Widjojanto saat menjabat wakil ketua KPK mengatakan, pihaknya akan mendalami terkait kasus yang diduga menyeret nama mantan Mendag Gita Wirjawan dan wakilnya Bayu Krisnamukti.
0 komentar: