Buku Iwan,

BUS, IMAJINASI DAN MANUSIA BEST SELLER

17.53.00 Iwan Wahyudi 0 Comments





Saya mendapatkan kiriman buku dari sahabat saya Iwan Wahyudi. Buku dan nama sahabat ini mengembalikan saya pada kenangan masa awal remaja saya. Pada jam istirahat di suatu smp yang terletak di kaki bukit, tersebar sebuah kabar—saya mengira kabar ini mendapat efek ketok tular karena menjadi bahan pembicaraan gadis-gadis muda yang mulai belajar memakai pemulas bibir. Yang duduk dari deretan bangku tengah sampai ke depan. Siapakah itu! Saya tidak tahu persis.


Di kemudian hari anak jakarta yang dihebohkan tempo hari, saya tahu bernama Iwan Wahyudi yang style pakaiannya berbeda dengan kami anak-anak petani. Ia senang memakai topi, memakai jam tangan, dan ia tinggal di Grogol. Nama Grogol di kemudian hari membuat imajinasi saya mengira-ngira, seperti apakah tempat itu!

***
Jika di jaman sekarang anak-anak yang tumbuh menjadi remaja menghabiskan masa akhir kanak-kanak mereka dengan memelototi gawai, maka saya menghabiskan waktu saya dengan pergi ke gunung untuk menangkap burung, mencari jangkrik atau bermain perang-perangan. Setelah cukup lelah kami duduk-duduk di atas batu besar sambil menghadap ke arah area persawahan di belakang kampung.

Kami—anak-anak yang baru remaja itu mulai menceritakan pikiran-pikiran kami. Bertahun-tahun sebelumnya, pembicaraan kami masih seputar tentang pertengkaran ayah siapakah yang paling kuat. Si A mengatakan kalau ayahnya mampu membawa padi sekarung di pundaknya. Si B bicara kalau ayahnya mampu membawa dua karung. Si C tidak mau kalah. Yang lain tidak mau kalah. Lalu terjadi penambahan-penambahan yang tidak rasional yang jumlahnya bisa sampai seratus karung.

Lalu suatu hari, entah siapakah yang memulai. Salah satu diantara kami mengatakan, jangan panggil namaku dengan nama biasa. Nama pemberian ayah atau kakek itu sudah ketinggalan zaman. Tidak keren. Maka jadilah sahabat saya, Dayat dipanggil Bang Yan, si Budi menjadi Bang Ben dan si Azhar menjadi Ja’an. Walaupun pembicaraan sedikit bergeser tapi ada kesenangan abadi yang tidak pernah dilewatkan. Menebak nama bus kota. Ya, mengidentifikasi nama bus kota yang muncul jauh di ujung jalan dengan berkonsentrasi mengkombinasikan warna bus yang samar-samar. Nama bus itu akan terlihat dengan jelas ketika bus melaju di atas jembatan di tengah desa.

Saya yang duduk di belakang batu besar itu mendapatkan ide. Seharusnya saya bisa ke grogol dengan menaiki bus kota suatu saat. Keinginan yang terus saya peluk sampai bertahun-tahun kemudian. Pada awal-awal kuliah saya berkunjung ke tempat saudara di jakarta. Bagi orang di kampung saya, segala sesuatu yang berdekatan dengan jakarta, maka itu adalah jakarta, walaupun kenyataan tempat itu adalah Tangerang. Saya tersesat di terminal blok M. Begitu banyak kopaja. Yang moncongnya cepat-cepatan masuk di pintu gerbang terminal. Bus-bus ini seperti tidak mengenal tempo. Semuanya sama. Grasak grusuk. Wajah sopir dan kernet terlihat dingin dan kurang kasih sayang. Tak terkecuali bus impian saya yang ke Grogol. Saya menjadi tidak berselera. Akhirnya keinginan yang sudah bertahun-tahun itu berhenti di terminal Blok M.
Nah, buku ini seperti hendak hendak mentertawakan kebodohan yang saya lakukan. Iwan Wahyudi seakan berkata jangan sampai kita bergelut dengan angan-angan yang seringkali menenggelamkan diri kita sendiri. Seperti kasus saya dengan Grogol.

Tampak sekali buku ini berasal dari renungan yang intens jika ditelisik bagaimana ia mulai menulisnya. Langsung pada permasalahan. Ia mendaras berbagai permasalahan yang mengusik pikiran intelektualnya. Kemudian di akhir tulisan ia akan memberikan semacam tips-tips yang Anda harus ikuti jika ingin.

Di akhir halaman buku ini, penulisnya memberi saran jika ingin berhasil dalam hidup maka Anda harus menjadi manusia best seller. Manusia best seller adalah insan kamil dalam kajian irfan dan filsafat.

Manusia best seller adalah manusia yang sudah matang. Yang cara mencapainya dapat dilakukan dengan berbagai metode. Mengikuti nasihat nabi saw yang mulia, cara paling cepat untuk mencapai ke situ adalah dengan jalan perenungan. Ia sudah memulainya. Tinggal kita yang meneruskannya...

8 November 2016
ANDI Anas, Penulis Buku The Word of Hikmah

You Might Also Like

0 komentar: