Pena Iwan

Bercermin Ketangguhan Wanita Atjeh

10.52.00 Iwan Wahyudi 0 Comments





Ketangguhan dan keperkasaan biasanya identik dengan laki-laki, namun tidak dapat dipungkiri bahwa dibalik semua ketangguhan itu pasti ada seorang wanita. Sesungguhnya para wanita juga memiliki ketangguhan sendiri sebagai fitrah pemberian-Nya seperti kuat dan tangguhnya seorang wanita mengandung dan melahirkan.

Menelisik ketangguhan wanita terutama wanita Indonesia, tak kering mata airnya untuk selalu dituturkan sebagai Inspirasi yang dahsyat. Diantaranya sosok wanita dari Tanah Rencong Atjeh (Aceh). Saat negeri ini masih belum sepenuhnya lepas dari penjajahan, pesawat pertama yang dimiliki Indonesia hasil patungan dan sebagian besar (kalau tidak disebut semuanya) dari masyarakat Atjeh, mengumpulkan emas dan perhiasan yang dimiliki para wanitanya. Ketangguhan dan keikhlasan sangat luar biasa yang dianugerahkan pada wanita Atjeh.

Cermin selanjutnya mari melirik dua wanita luar biasa (diantara banyak lainnya), Cut Nyak Dien dan Malahayati. 

Cut Nyak Dhien lahir tahun 1848 di sebuah daerah bernama Lampadang. Beliau besar dalam sebuah keluarga yang kaya dengan nilai Islam di Aceh Besar. Pada 26 Maret 1873, Belanda mendatangi dan menyerang Aceh untuk pertama kali. Bersama sang Suami Teuku Umar mereka berdua bahu membahu melakukan perlawanan mengusir penjajah hingga Teuku Umar melakukan tak tik menyerah untuk bisa merampas senjata Belanda dan kembali bertempur bersama Cut Nyak Dien melawan penjajah, dalam sejarah dikenal dengan Het verraad van Teukoe Oemar atau pengkhianatan Teuku Umar. Teuku Umar gugur dalam sebuah pertempuran di Meulaboh, Aceh Barat pada 11 Februari 1899. Cut Nyak Dien tetap melakukan perlawanan keluar masuk hutan ber gerilya hingga usia cukup tua bahkan diceritakan mata beliau mengalami rabun. Cut Nyak Dhien kemudian ditangkap dan dibawa ke Banda Aceh. Penyakit Cut Nyak Dhien perlahan sembuh. Berita yang cukup menggembirakan bagi masyarakat Aceh. Cut Nyak Dien tetap berkomunkasi dengan pasukannya dan membuat Belanda marah dan ditahan ke Sumedang tepatnya di daerah Gunung Puyuh. Di sana lah beliau akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Keumalahayati atau lebih dikenal dengan nama Laksamana Malahayati. Laksamana wanita pertama yang diketahui dunia modern. Setelah sang suami gugur di pertempuran Selat Malaka melawan Portugis, Malahayati membentuk armada sendiri untuk menggantikan mendiang suaminya bertempur. Malahayati adalah panglima dari Inong Balee, armada pelayaran beranggota para janda pejuang Aceh yang gugur di pertempuran Selat Malaka. Meskipun prajuritnya para janda, armada pimpinan Malahayati sangat tangkas di bidang militer. Mereka menyusun sistem pertahanan yang kuat di daratan maupun lautan. Mereka memiliki benteng di Teluk Lamreh Kraung Raya dan 100 kapal. Ketangguhan Malahayati dan pasukannya membuat armada Portugis bisa dipukul mundur di abad 16. Mereka juga berhasil menggugurkan utusan Belanda, Cornelis de Houtman pada tanggal 11 September 1599. Dia bahkan ditunjuk secara langsung oleh Sultan Alauddin Mansur Syah untuk menjadi laksamana pertamanya. Saat itu Aceh sedang ketat-ketatnya menjaga perairan Selat Malaka agar tak bernasib sama seperti tetangganya yang jatuh ke tangan Portugis. Konon para jenderal dan pasukan pun menaruh hormat kepada perempuan ini.

Setelah Portugis, Aceh harus menghadapi upaya invasi dari Belanda. Setelah armada pimpinan Cornelis de Houtman berhasil dikalahkan oleh Malahayati, giliran pasukan Paulus van Caerden yang mencoba menerobos perairan Aceh pada tahun 1600. Mereka menjarah dan menenggalamkan kapal bermuatan rempah, membuat raja Aceh naik pitam. Perlawanan sengit dari armada Malahayati dan ancaman Spanyol membuat Belanda menyerah. Penguasa negeri kincir, Maurits van Oranje mengirim utusan diplomatik beserta surat permintaan maaf kepada Kerajaan Aceh. Kedua utusan tersebut ditemui oleh Malahayati sendiri dan berbuah kesepakatan gencatan senjata. Belanda setuju membayar 50 ribu gulden sebagai kompensasi atas tindakan Paulus van Caerden, sementara Malahayati membebaskan sejumlah tahanan Belanda yang ditawan pasukannya. Reputasi Malahayati yang tak kenal ampun membuat Inggris yang hendak melalui Kerajaan Aceh jadi ciut. Ratu Elizabeth, penguasa Inggris kala itu memilih untuk mengutus James Lancaster disertai surat permintaan izin kepada Sultan Aceh untuk membuka jalur pelayaran menuju Jawa. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 1602.

Malahayati gugur dalam pertempuran melawan armada Portugis yang kala itu dipimpin oleh Alfonso de Castro Juni 1606. Jasadnya dimakamkan di Gampong Lamreh, Krueng Raya, Kecamatan Masjid Raya, Kabupaten Aceh Besar. Kehebatan Malahayati di lautan membuat namanya dikenal di negara-negara lain. Selain Belanda, Portugis, dan Inggris yang ketakutan dibuatnya, nama Malahayati juga terdengar sampai ke negeri Tiongkok. Sejumlah sejarawan menjajarkan namanya dengan Katerina Agung dari Rusia.

Semalam saya berkumpul dengan para Mahasiswi yang berasal dari ujung barat Indonesia Atjeh (Aceh). Jauhnya jarak Aceh ke Universitas Teknologi Sumbawa tak menyurutkan langkah mereka untuk belajar, ketangguhan Cut Nyak Dien dan Laksamana Malahayati nampak jelas terwarisi pada generasi milineal Atjeh ini. Semoga Spirit dan Cermin keteladan  Wanita Atjeh yang tangguh terus mereka pegang hingga kelak dapat berkarya saat kembali ke Serambi Mekah Atjeh Darussalam.

19072018 10:37 Lantai 1 Gedung Mandiri UTS
#IWANwahyudi
#MariBerbagiMakna
#InspirasiWajahNegeri
www.iwan-wahyudi.com

Foto : Mahasiswi Aceh di Asrama Mahasiswa UTS

You Might Also Like

0 komentar: