Goresan Pena,
TERNYATA KEBIJAKAN GIZI KITA BEGITU PINCANG
Tujuh tahun yang lalu untuk pertama kali saya mendengar
kosakata busung lapar. Anak-anak Negeri yang kaya ini ternyata bisa kelaparan
dan kekurangan gizi. Isu ini terus menggelinding bagai bola salju. Daerah yang
ditemukan terdapat busung lapar/gizi buruk seakan menjadi aib. Semua berlomba,
berpacu agar daerahnya bebas busung lapar/gizi buruk.
Tubuh memelukan gizi, selain bernilai tinggi juga harus
seimbang. Manusia modern sering mengedepan asupan gizi jasadiyah sampai harus
berkonsultasi atau memiliki kosultan gizi keluarga seperti layaknya dokter
keluarga. Namun, Asupan gizi ruhaniyah
cenderung kurang mendapat perhatian apalagi pemenuhan. Akibatnya terjadi
stressor*) dosis tinggi karena beban hidup yang tidak diimbangi oleh dosis gizi
ruhaniyah yang cukup.
Asupan gizi ruhaniyah yang tidak bergaris lurus dengan hebatnya
stressor yang kemudian menjadi salah satu penyebab jeritan jiwa yang sangat
memilukan, menahan derita yang tak mampu disandang.
Anak-anak Negeri yang berpacu memenuhi asupan gizi ruhiyahnya
supaya seimbang selalu dicurigai, disematkan berbagai label negative. Anak-anak
rohis yang mencari asupan gizi ruhaniyah diluar pelajaran rutin sekolahnya (ektrakulikuler/ekskul)
pernah dicap sebagai teroris oleh salah satu stasiun TV Berita swasta dan
akhirnya mereka menarik kembali cap teroris terhadap rohis setelah mendapat
gelombang protes. Ada pula santri-santri di Pesantren yang notabenenya sangat
berperan dalam memerdekakan bangsa ini dari cengkraman penjajah malah dikumpulkan
sidik jarinya, ah seperti orang-orang bersalah dan pelaku kejahatan saja.
Kebijakan gizi yang pincang ini tidak mendapat perhatian
apalagi pemenuhan kebijakan yang serius, akhir-akhir ini bangsa kita kaget dan
beberapa waktu terakhir mengumumkan kondisi darurat : Darurat Korupsi, Darurat
Mafia Peradilan, Darurat Narkoba, Darurat Prostitusi dan darurat-darurat
lainnya.
Secara sunatullah jika seorang dalam waktu lama tak mampu
menahan deraan stressor yang bertubi-tubi dan asupan gizi ruhaniyahnya deficit,
maka organ-organ tubuhnya akan menjerit-jerit pula dikarenakan tak mampu
menahan beban dan tekanan.
Tidak semua orang memiliki kepekaan mendengar jeritan jiwa
dan fisiknya yang tertekan. Tanpa sadar juga mereka tak tau dalam dirinya telah
bersarang sejumlah problem yang membahayakan eksistensinya sebagai manusia. Ujung
semua itu jeritan yang menunjukkan kepedihan jiwa dan rintihan hati dan
fisiknya mengekpresi diberbagai perilaku baik individual maupun socialnya.
“ Itulah hukum-hukum
Allah dan barang siapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia
telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.”
(QS. Al-Thalaq : 1 )
Kamis,
04 Juni 2015
(Depan
Kampus Baru IAIN Mataram)
IWAN
Wahyudi
0 komentar: