Tulisan

MENGENAL MEREKA DALAM PERTALIAN SAUDARA, DIBALIK TENDENSI POLITIK BIMA HARI INI (Bag I)

02.20.00 Iwan Wahyudi 0 Comments


Saya memulai tulisan ini dengan niat dan tujuan agar kita sebagai pembaca memahami betul sisi politik itu sesungguhnya yang tentu beda dengan sisi sosial keseharian dalam kehidupan ini. Ada benarnya ketika sebagian orang mengatakan, dalam percaturan politik, Kawan bisa menjadi lawan dan lawan kerap menjadi kawan. Sebagian lagi mengatakan bahwa politik pada praktisnya adalah sebuah 'dagelan'dan 'dagangan' saja, tidak lebih dan tidak demikian pada nyatanya.

Kita semua tentu sudah mengetahui bahwa dalam proses penerimaan Pendaftaran Bakal Pasangan Calon yang dilakukan oleh KPUD. Disini, kita persempit pada wilayah Pilkada Kab Bima 2015. Para Bakal Pasangan Calon yang telah diterima berkas pendaftarannya adalah H. Syafru – H. Masykur dengan akronim SYUKUR. Kemudian, Ady Mahyudi – Zubair, lalu Dinda – Dahlan dan pada pencalonan Independent tersebut nama Khair – Hamid.

Nama-nama Bakal Paslon tersebut akan ditetapkan sebagai Kandidat Pasangan Calon (Paslon) pada akhir agustus mendatang oleh KPUD Kab Bima. Melihat dari berbagai sisi dan pengusungan, ke 4 bakal Paslon ini sulit tereliminasi. Kemungkinan 4 bakal Paslon ini akan ditetapkan menjadi Paslon pada waktu yang sudah dijadwalkan.

Ke 4 bakal Paslon ini sesungguhnya dan pada dasarnya memiliki kedekatan hubungan profesi, hobby maupun hubungan kekeluargaan. Ke 4 bakal Paslon ini, sesungguhnya tidak seperti yang terlihat menjadi ‘musuh’ seperti saat ini sebelum memutuskan untuk menjadi bakal calon. Namun inilah Perpolitikan, harus berani mengambil posisi dan menanggalkan berbagai sisi kedekatan-kedekatan tertentu semasa menjadi kontestan dalam Pilkada.

H. Syafru dan H. Masykur, sepengetahuan saya, H. Syafru adalah atasan H. Masykur dalam beberapa tahun sebelum H. Masykur purna tugas sebagai seorang PNS. Hubungan mereka pun sesungguhnya ‘kaku’ karena sifatnya Birokratif. Sebelumnya pun demikian, H. Syafru pernah menjadi anggota DPRD dan H. Masykur selain pernah menjabat sebagai Sekda pun pernah menjabat sebagai Asisten dan Kepala BPMDes.

Hubungan ini pun tidak terlalu bersahabat karena terikat dengan sebuah sistim dimana bawahan harus mengikuti perintah atasan dan seorang atasan bisa memerintah bawahan sesuai dengan Tupoksinya. Namun, mereka bisa menyatukan langkah dan menyamakan tujuan untuk sebuah Politik Kepentingan dan kepentingan Politik.

Hubungan Ady Mahyudi dan Zubair, bila kita melihat dari sisi masa lalu, tidak terlalu dekat. Ady Mahyudi adalah anggota Legislatif dan pebisnis, sedangkan Zubair adalah birokrat yang berlatar belakang Guru. Dalam hubungan profesi, saya berani katakan, kalau mereka berdua ini satu atau dua kali saja bertemu dalam sebulan terkait tupoksi masing-masing. Sedangkan pertemuan-pertemuan non-formil seperti acara resepsi, kita semua tidak bisa menafikan, namun khan sifatnya tidak lama dan tidak ada hal yang serius yang dibahas ataupun yang diperbincangkan. Toch, jika kita perhatikan lebih jeli, komunikasi mereka di non-formal lebih banyak canda dan guyonannya. Namun mereka dapat bersatu dalam sebuah Kepentingan bersama atas dasar Komitment.

Demikian pula dengan Bakal Paslon Hj Dinda Damayanti dan H. Dahlan. Hj Dinda Damayanti yang bisa disapa dengan Umi Dinda ini, mungkin jika bukan karena mediang Ferry Zulkarnaen menjadi Bupati, mungkin tidak terlalu mengenal dekat dengan sosok H. Dahlan. Sebab Umi Dinda di Bima, H. Dahlan di Jakarta. Meskipun H. Dahlan adalah putra asli Bima yang bekerja di Jakarta. Konon menurut informasi dari orang yang sangat dekat dengan Umi Dinda, bahwa pilihan dijatuhkan kepada H.Dahlan karena wasiat atau pesan mendiang Ferry Zulkarnaen.

Satu lagi yang unik, H. Khair dan H. Hamid, bakal paslon dari jalur independent. Mereka berdua ini orang penting sesungguhnya pada wilayah kerja masing-masing. H.Khair adalah Petinggi di Departemen Agama sedangkan H. Hamid adalah mantan Camat Sape. Mereka berdua ini, saya berani katakan, sangat jarang bertemu dan kalaupun berkomunikasi, terbatas pada acara-acara tertentu yang tentunya tidak setiap minggu atau setiap bulan. Karena ada keinginan untuk sebuah Pembangunan yang ‘ditelurkan’ dalam Visi Missi dan hal itu disepakati karena dianggap menjadi tujuan yang sama, maka berpasangan lah mereka berdua ini.

H. Syafru dengan kandidat lain memiliki kedekatan yang tidak hanya sekedar kedekatan Profesi, namun juga kedekatan-kedekatan emosional tertentu. H. Syafru dengan Umi Dinda, ibarat setali dua mata uang. Artinya, sejak Fersy (Ferry – Syafru) memenangkan Pilkada tahun 2010 yang lalu hingga kemudian ajal memisahkan mereka pada akhir 2013 (Ferry Zulkarnaen, suami dari umi Dinda meninggal). Namanya Bupati dan Wakil Bupati tentu beserta Istri kerap terlibat aktif dalam berbagai kegiatan bersama suami. H. Syafru sebagai Wakil Bupati saat itu dan Ferry Zulkarnaen suami dari Umi Dinda sebagai Bupati, tentu komunikasi dan interaksi pun hampir tiap hari. Tentu dalam berbagai kegiatan dan pertemuan-pertemuan yang berbeda-beda. 2 tahun adalah waktu yang cukup untuk mereka bercanda tawa bersama, menikmati secangkir teh bersama. Demikian pula berbagi ide dan gagasan pembangunan.

Kedekatan mereka ini tidak hanya disitu, sebelum H. Syafru menjadi Wakil Bupati, antara umi Dinda dan H. Syafru pun kerap berinteraksi dan berbagi cerita. Sebab, mendiang Ferry Zulkarnaen juga pernah menjadi Anggota DPRD Kab Bima demikian juga H. Syafru. Nah, anda bisa bayangkan, bagaimana hubungan interaksi dan komunikasi mereka lakukan dan kedekatan emosional mereka yang terjalin sebelum ini.

Antara H. Syafru dengan Zubair, tentu ini juga tidak bisa dipisahkan. Sebab, antara H. Syafru sebagai atasan Zubair, Komunikasi tentunya tidak pernah putus. Lebih-lebih pada saat Zubair menjabat Kadis Dikpora Kab Bima dan sebagai salah satu orang yang dipercaya oleh mendiang Ferry Zulkarnaen yang memang saban waktu saling mengunjungi. Nyatanya, mereka sesungguhnya ‘satu ‘ sebelum ini. meskipun pada awal 2014, sempat terjadi insiden yang kurang menarik tapi menarik perhatian publik. Siapa yang tidak ingat kasus ‘Spanduk’ yang menghebohkan pada saat itu, menjadi Trand Topik dimedia Bima selama 2 minggu dan menjadi pembicaraan hangat selama hampir lebih kurang 4 bulan. Yang kemudian melengserkan Zubair dari Kadis dikpora menjadi guru pengajar di SMU N 1 sanggar. Meskipun kemudian ditarik menjadi Staf Ahli Bupati (H, Syafru) dan kemudian dipromosikan ke Kesbanglinmas Kab Bima sebagai kepala, masih sebagai bawahan H. Syafru hingga tahap pencalonan ini dilakukan.

H. Syafru dengan Ady Mahyudi, adalah dua sosok dalam satu ‘warna’. Dilahirkan dari idiologi partai yang sama yaitu PAN. Sama-sama ‘menghidupkan’ PAN pada masa itu. tentu secara emosional maupun hubungan profesionalisme kepartaian kedua orang ini cukup dekat. Tidak hanya itu, Saat H. Syafru menjabat sebagai Bupati, Ady Mahyudi adalah salah seorang unsur Pimpinan di DPRD Kab Bima. komunikasi tentang pembangunan maupun canda tawa tentulah mewarnai kehidupan mereka ini tatkala bertemu ‘dipanggung’ lain. Meskipun belakangan menjadi sedikit ‘retak’ karena issu ‘Khianat Idiologi’ yang dibangun oleh grassrot pada H. Syafru. Tetapi pada nyatanya, komunikasi sesuai dengan Tupoksi tetap intens dilakukan.

Sehingga pada sejatinya, mereka tidak musuhan secara benar pada nyatanya. Tetapi keadaan dan Kondisilah yang membuat mereka tidak sejalan dalam presepsi gagasan-gagasan yang dilahirkan. Lebih-lebih ketika menjelang Politik Pilkada seperti saat ini. NAMUN, kenapa kita masyarakat biasa ini yang dengan begitu ambisinya untuk saling ‘sikat’ dan ‘sikut’..?? Mereka para calon belum tentu demikian bermusuhan seperti yang kita lihat.

Jika ingin melihat mereka akrab, perhatikanlah pada saat Test Kesehatan dalamPilkada atau pada saat Bintek para Paslon. Kita sebagai masyarakat awam harus mengetahui jejak hidup mereka. kita harus paham bahwa Versus dalam Politik itu tidak benar-benar nyata versus dalam pemahaman kita yang kerap men-generalisir bahwa jika sudah ‘bersebrangan’ maka akan bersebranganlah hingga akhir hayat.

Saya teringat bagaimana ekstremnya pedebatan antara Soekarno – Natsir dan Salim jika sudah berada diatas Podium. Mereka bertiga ini dikenal dengan ‘Singa Podium’ pada masanya. Namun, semua itu cair dan malah berbagi kopi dan kue jika sudah berada dikedai kopi atau diatas meja makan makan. Malah ada literature yang saya baca, mereka ini pada waktu tertentu sering curhat tentang kehidupan pribadi. Dan seperti itulah para bakal Paslon ini berkelakukan.

Kita sebagai masyarakat biasa dituntut untuk cerdas dalam menyikapi dan dituntut dewasa dalam memahami konstelasi dan konfrontasi yang dibangun. Disinilah, konon, politik itu menjadi Seni sekaligus menjadi Sengit. Disini pula Masyarakat awam seperti kita ini untuk merasionalkan politik itu sesungguhnya kepada masyarakat lainnya yang masih awam tentang politik.

Ekstrimnya, masyarakat lain yang menganggap bahwa Politik adalah perang kepentingan dan balas dendam sosial, hanya bagian dari taktik-taktik tertentu yang 'dimainkan'. Inilah kelirunya dan tidak bijak serta tidak dewasanya kita dalam melihat sesuatu melalui kacamata ‘Politik’ pada batasan kita masing-masing.
(BERSAMBUNG)
-
‪#‎Kota_Mataram‬ menjelang pagi, 28 Juli 2015.

You Might Also Like

0 komentar: