Artikel
MENATA ULANG PENDIDIKAN DI KABUPATEN BIMA (Refleksi Hardiknas 2017)
Di dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang sistem pendidikan Nasional,
menjelaskan bahwa “Pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Jadi, fokus utama
pendidikan nasional tersebut adalah terwujudnya kualitas peserta didik yang
mencakup aspek afektif, kognitif, dan psikomotorik. Untuk menghasilkan peserta
didik yang berkualitas, tentu dipengaruhi oleh berbagai aspek, tetapi faktor
yang paling utama adalah berkat didikan dari guru yang berkualitas pula.
Sehingga tujuan akhir pendidikan nasional adalah terciptanya masyarakat yang
cerdas dan peradaban bangsa yang bermartabat. Kalau kita cermati
penyelenggaraan pendidikan di Kabupaten Bima akhir-akhir ini jauh dari tujuan
pendidikan nasional tersebut. Kita melihat tidak ada kemajuan yang berarti,
miskin inovasi, tidak ada terobosan dan terkesan hanya menjadi sebuah
rutinitas.
Oleh karena itu, Kita perlu menata ulang dunia pendidikan di Kabupaten
Bima karena keadaannya sudah sangat memprihatinkan dan sembrawut. Menurut hemat
saya, bahwa faktor utama kenapa pendidikan di Kabupaten Bima sulit untuk maju
dan tidak beranjak dari posisi terbelakang di Provinsi Nusa Tenggara Barat
karena persoalan penataan yang buruk. Coba kita bayangkan, berdasarkan data
tahun 2015/2016 bahwa nilai UKG di Kabupaten Bima terrendah di NTB dengan nilai
rata-rata 44,65. Saya menyadari bahwa tidak semata persoalan penataan yang
buruk sebagai penyebab rendahnya mutu pendidikan di Kabupaten Bima, tetapi ada
banyak faktor, antara lain: Ketersediaan data based pendidikan yang belum
valid, penataan dan pemerataan siswa pada satuan pendidikan, buruknya birokrasi
pendidikan, rendahnya anggaran pendidikan, buruknya perencanaan pendidikan,
sarana prasarana yang tidak memadai, mutasi dan rotasi jabatan yang tidak
sesuai prosedur, kurangnya penghargaan terhadap kualitas, korupsi dana
pendidikan, pungli pada lembaga pendidikan, dan kualitas guru dan kepala
sekolah yang rendah karena pola rekrutmen yang tidak tepat.
Beberapa problematika di atas, juga penting untuk segera dibenahi dan
dicarikan solusinya. Tetapi problematika pendidikan di Kabupaten Bima yang
harus menjadi perioritas untuk dibenahi adalah penataan dan pemerataan guru dan
siswa secara proporsional berdasarkan karakter wilayahnya. Secara nasional
bahwa aturan dan prosedural tentang penataan dan pemerataan guru dan siswa
sudah diatur sedemikian rupa oleh pemerintah pusat melalui Undang-undang, PP,
Permendikbud, dan Peraturan Bersama Mentri sebagai petunjuk teknis penataan
pendidikan di daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota. Tetapi dalam prakteknya,
bahwa antara prosedur dari pemerintah pusat dengan yang diterapkan di daerah
jauh panggang dari api. Ada banyak aturan dan prosedur yang tidak maksimal
dijalankan di daerah dalam penataan pendidikan, misalnya Peraturan Bersama 5
Mentri tahun 2011 tentang Petunjuk Teknis Penataan dan Pemerataan Guru dan
Siswa Sekolah Dasar. Dalam peraturan ini dijelaskan bahwa kebutuhan guru
sekolah dasar harus berdasarkan jumlah rombongan belajar, jika pada satuan
pendidikan sekolah dasar jumlah rombongan belajar nya 6 (enam) maka jumlah guru
yang dibutuhkan adalah 6 (enam) orang guru kelas, 1 (satu) orang guru agama, 1
(satu) orang guru Olahraga, dan 1 (satu) orang kepala sekolah. Artinya, bahwa
pada setiap satuan pendidikan sekolah dasar yang jumlah rombongan belajar nya 6
(enam), maka jumlah guru yang dibutuhkan adalah 9 (sembilan) orang dengan
kepala sekolahnya.
Peraturan bersama 5 (lima) Mentri tentang petunjuk teknis penataan dan
pemerataan guru dan siswa ini sudah sangat jelas dan detail pengaturannya,
tetapi faktanya di daerah sangat bertolak belakang. Penataan dan pemerataan
guru dan siswa sekolah dasar di Kabupaten Bima sangat tidak sesuai dengan
peraturan tersebut. Berdasarkan hasil survey di beberapa sekolah di Kabupaten
Bima menunjukkan bahwa jumlah guru di setiap satuan pendidikan kelebihan dan
bahkan kelebihannya di atas 50 %. Misalnya, dalam survey tersebut ditemukan,
bahwa pada satuan pendidikan sekolah dasar yang jumlah rombongan belajar nya 6
(enam) memiliki jumlah guru sebanyak 20 (dua puluh) orang. Artinya, jika kita
mengikuti peraturan bersama lima mentri di atas, maka pada satuan pendidikan
sekolah dasar tersebut kelebihan 11 (sebelas) orang guru. Kalau kita analisis,
kelebihan guru pada satuan pendidikan ini akan berimbas pada kurangnya jumlah
beban kerja guru yang mengharuskan 24 (dua puluh) jam per-minggu. Kelebihan
guru ini, juga berdampak langsung pada kinerja dan tingkat kedisiplinan guru
yang ada pada satuan pendidikan tersebut.Dalam beberapa kasus ditemukan bahwa
untuk memenuhi 24 (dua puluh empat) jam 3-minggu, para guru merekayasa jumlah
jam mengajarnya dan kami juga menemukan ada sebagian dari guru PNS yang
melimpahkan tugasnya kepada guru honor dengan diimingi sekian persen dari dana
sertifikasinya.
Kita baru berbicara tentang satu hal mengenai potret penataan dan
pemerataan guru dan siswa pada satuan pendidikan sekolah dasar. Saya meyakini
bahwa kondisi yang sama juga terjadi pada satuan pendidikan sekolah menengah
pertama dan sekolah menengah atas. Dengan melihat potret pendidikan kita
seperti ini maka diharapkan ketegasan dan keberanian kepala daerah dan Kadis
Dikbudpora untuk melakukan penataan dan pemerataan guru pada setiap satuan
pendidikan. Apabila persoalan penataan dan pemerataan guru dan siswa ini
dilakukan dengan baik, maka saya yakin cita-cita kita untuk meningkatkan mutu
pendidikan di Kabupaten Bima akan segera tercapai. Di samping itu, setelah
penataan dan pemerataan guru dan siswa pada satuan pendidikan dilakukan, maka
pengukuran kinerja guru menjadi lebih mudah, pengaturan data based guru semakin
simple dan selanjutnya kita bisa melakukan banyak hal untuk peningkatan mutu
guru melalui pelatihan, workshop dan studi lanjut. Mustahil kita meningkatkan
mutu pendidikan di tengah carut marut nya penataan dan pemerataan guru dan
siswa pada satuan pendidikan.
Kalau kita perhatikan secara seksama, betapa ribet dan barbar nya urusan
pendidikan di Kabupaten Bima. Hampir setiap hari kita mendengar keluh kesah
dari para guru tentang ribetnya data urusan sertifikasi dan mandeknya sebagian
tunjangan guru terpencil. Belum lagi ada keluhan dari para guru tentang adanya
praktek pungli di lingkungan Dinas Dikpudpora dan penyalahgunaan dana bos oleh
beberapa oknum kepala sekolah karena pengelolaannya yang tidak transparan,
akuntabel dan tidak kolaboratif demokratis. Yang tidak kalah meresahkan
akhir-akhir ini adalah terciumnya pola transaksional dalam melakukan mutasi dan
rotasi jabatan kepala sekolah. Ada yang mengatakan bahwa untuk mendapatkan
jabatan kepala sekolah harus setor puluhan juta rupiah kepada oknum tertentu
atau kepada oknum yang mengaku sebagai tim sukses bupati dan wakil bupati. Yang
lebih memprihatinkan lagi adalah adanya ulah beberapa tim sukses yang menyegel
sekolah karena tidak dilantiknya kepala sekolah yang mereka jagokan. Kejadian
semacam ini masif dan hampir terjadi di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten
Bima.
Langkah yang mestinya dilakukan adalah promosi terbuka terhadap pejabat
pendidikan seperti Kepala Dinas, Kepala Sekolah, Kepala Bidang, dan Kepala
Seksi sebagai jabatan strategis dunia pendidikan yang memiliki pengaruh yang
sangat kuat terhadap bawahan. Oleh karena itu, hendaknya penempatan pejabat ini
benar-benar dilakukan secara professional. Sayangnya, jabatan-jabatan itu
sering berbau politis. Kepala sekolah sering diisi oleh guru yang tidak berasal
dari guru berprestasi. Bagaimana mungkin sekolah itu dapat meraih prestasi
sedangkan pimpinan sekolahnya belum pernah meraih prestasi? Bukankah air mengalir
ke bawah? Pejabat pendidikan pun perlu diisi oleh tenaga-tenaga pendidikan yang
benar-benar memahami dunia pendidikan. Dunia pendidikan harus dihindarkan dari
keinginan balas budi pimpinan daerah karena pernah dibantu saat pemilihan
kepala daerah. Sekali lagi, untuk mendapatkan pejabat-pejabat yang qualified
itu, perlu diadakan promosi terbuka atau ‘lelang jabatan’ secara terbuka dengan
melibatkan pihak ketiga yang independen; bahwa semua guru yang memenuhi
persyaratan kepangkatan boleh mengikuti seleksi dan hasilnya diumumkan secara
transparan pula.
Oleh: Damhuji, M.Pd.,M.A
Dosen STKIP Taman Siswa
Bima,
Dewan Kehormatan SGI
Kabupaten Bima,
Pengurus Dewan
Pendidikan Kabupaten Bima.
0 komentar: