Berita
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang netizen bernama Nathan P Suwanto menuliskan keinginan mencari pembunuh bayaran untuk menghilangkan nyawa Fahira Idris, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Habib Rizieq, Buni Yani, dan lain-lain. Hal itu pun menjadi perhatian publik.
"If you know to crowdfund assassins to kill Fahira Idris, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Habib Rizieq, Buni Yani, and friends, lemme know," kicaunya di akun Twitter @NathanSuwanto pada 29 April 2017 pukul 12.36 WIB.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, berharap kepolisian bisa mengusut tuntas postingan yang bernada ancaman pembunuhan atau teror tersebut.
Reza mendapat kabar bahwa postingan itu bukan hoax. Namun, andai postingan itu hoax sekalipun, ia menilai kata-kata itu tetap tidak selayaknya dilontarkan di media sosial.
"Semoga kepolisian mengusut serius dan tuntas posting tersebut. Jangan sampai kian nyata hasil studi Economist The Intelligence Unit bahwa Jakarta adalah kota yang paling tidak aman," kata Reza Indragiri Amriel kepada Republika.co.id, Ahad (29/4).
Berkat masifnya penyebaran informasi via medsos, di masa yang berat seperti sekarang, Reza membayangkan ada orang-orang yang menyambut tawaran (iklan) tersebut. Orang tersebut lalu melakukan killing spree. Setelah selesai, dia tagih bayarannya kepada si otak (mastermind).
Si otak mulai merasa bahwa membiayai pembunuhan merupakan cara yang bisa dia lakukan untuk mencapai kepentingan pribadi. Di lain sisi, lanjut Reza, kondisinya bersimbiosa. Muncul orang-orang yang merasa bahwa mereka bisa sewaktu-waktu mendapat uang karena di luar sana ada cukong yang mau membayar mereka.
Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia ini mengkhawatirkan pada situasi itu orang baik bisa dengan mudah menjadi orang jahat, dan orang jahat sering terlihat sebagai orang baik.
Reza menambahkan, faktor struktural dan kultural di kawasan perkotaan terbukti positif untuk memprediksi pembunuhan berseri. Secara struktural ada kepadatan populasi, yaitu wilayah yang luas, perkotaan, dan berpenghuni padat. Secara kultural, ada nilai-nilai yang menoleransi kekerasan pada diri sebagian orang.
"Itu merupakan area ideal bagi kondisi anonim, menyediakan banyak korban, dan menyediakan banyak orang yang rapuh sebagai calon eksekutor," ujar Reza.
Sumber : http://nasional.republika.co.id
Ahli Psikologi Minta Ancaman Pembunuhan pada Fahira Idris Dkk Diusut
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang netizen bernama Nathan P Suwanto menuliskan keinginan mencari pembunuh bayaran untuk menghilangkan nyawa Fahira Idris, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Habib Rizieq, Buni Yani, dan lain-lain. Hal itu pun menjadi perhatian publik.
"If you know to crowdfund assassins to kill Fahira Idris, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Habib Rizieq, Buni Yani, and friends, lemme know," kicaunya di akun Twitter @NathanSuwanto pada 29 April 2017 pukul 12.36 WIB.
Ahli psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel, berharap kepolisian bisa mengusut tuntas postingan yang bernada ancaman pembunuhan atau teror tersebut.
Reza mendapat kabar bahwa postingan itu bukan hoax. Namun, andai postingan itu hoax sekalipun, ia menilai kata-kata itu tetap tidak selayaknya dilontarkan di media sosial.
"Semoga kepolisian mengusut serius dan tuntas posting tersebut. Jangan sampai kian nyata hasil studi Economist The Intelligence Unit bahwa Jakarta adalah kota yang paling tidak aman," kata Reza Indragiri Amriel kepada Republika.co.id, Ahad (29/4).
Berkat masifnya penyebaran informasi via medsos, di masa yang berat seperti sekarang, Reza membayangkan ada orang-orang yang menyambut tawaran (iklan) tersebut. Orang tersebut lalu melakukan killing spree. Setelah selesai, dia tagih bayarannya kepada si otak (mastermind).
Si otak mulai merasa bahwa membiayai pembunuhan merupakan cara yang bisa dia lakukan untuk mencapai kepentingan pribadi. Di lain sisi, lanjut Reza, kondisinya bersimbiosa. Muncul orang-orang yang merasa bahwa mereka bisa sewaktu-waktu mendapat uang karena di luar sana ada cukong yang mau membayar mereka.
Kepala Bidang Pemenuhan Hak Anak dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Indonesia ini mengkhawatirkan pada situasi itu orang baik bisa dengan mudah menjadi orang jahat, dan orang jahat sering terlihat sebagai orang baik.
Reza menambahkan, faktor struktural dan kultural di kawasan perkotaan terbukti positif untuk memprediksi pembunuhan berseri. Secara struktural ada kepadatan populasi, yaitu wilayah yang luas, perkotaan, dan berpenghuni padat. Secara kultural, ada nilai-nilai yang menoleransi kekerasan pada diri sebagian orang.
"Itu merupakan area ideal bagi kondisi anonim, menyediakan banyak korban, dan menyediakan banyak orang yang rapuh sebagai calon eksekutor," ujar Reza.
Sumber : http://nasional.republika.co.id
0 komentar: